Paper Hubungan Yang Tidak Harmonis Antara Aparat Penegak Hukum (Polisi) dengan Masyarakat



Paper
Hubungan Yang Tidak Harmonis Antara Aparat Penegak Hukum (Polisi) dengan Masyarakat
Studi kasus : Kasus Tilang dalam pelanggaran lalu lintas di Indonesia

                                                     Description: Description: C:\Users\USER\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCache\Content.Word\20151121105210.png

Disusun oleh :
Ø  Alia Rahmadhani
Ø  Rini Putri
Ø  Siti Mardiani
Ø  Anji Vanny
Ø  Rizka M
Ø  Ramadhan Febrianto

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
FAKULTAS ILMU SOSIAL
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPS
2016

BAB 1
PENDAHULUA N
A.Latar Belakang Masalah

Salah satu permasaalahan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah masalah lalulintas. Hal ini terbukti karena semakin maraknya pelanggaran lalulintas yang banyak menyebabkan kemacetan dan kecelakaan lalulintas. Keadaan ini merupakan salah satu perwujudan dari perkembangan teknologi modern. Perkembangan ini nampak membawa pengaruh terhadap keamanan laulintas yang banyak menimbulkan kecelakaan dan kemacetan lalulintas. Kecelakaan lalulintas ini bukan hanya disebabkan karena pelanggaran lalulintas. Tetapi juga disebabkan oleh banyak faktor, yaitu pengemudi kendaraan yang buruk, kerusakan kendaraan, pejalan kaki yang kurang hati-hati, dan kondisi jalan yang kurang baik.
Mengingat semakin padatnya kendaraan di kehidupan zaman modern ini, maka tidak dipungkiri lagi jika dari tahun ketahun, penggunaan kendaraan terus meningkat sehingga tingkat kecelakaan juga terus meningkat. Peningkatan penggunaan kendaraaan ini banyak kita jumpai pada anak-anak di bawah umur yang mengemudikan kendaraan. Hal tersebut menimbulkan banyak pelanggaran lalulintas. Misalnya saja, anak-anak di bawah umur mengemudikan kendaraan tanpa mempunyai Surat Izin Mengemudi (SIM).
Lalulintas dan pemakai jalan memiliki peranan yang sangat penting dan strategis sehingga penyelenggaraanya dikuasai oleh negara. Pembinaan perlu dilakukan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mewujudkan lalulintas dan pengguna jalan yang selamat, aman, lancar, tertib, dan teratur. Pembinaan di bidang lalulintas meliputi aspek pengaturan, pengendalian, dan pengawasan lalulintas yang bertujuan untuk keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalullintas.
            Berbicara mengenai aparat keamanan dalam negeri dalam hal ini adalah pihak kepolisian tentunya mendapatkan posisi yang penting dalam upaya peningkatan keamanan dalam negeri tersebut, dalam hal ini adalah NKRI pada umumnya. Olehnya itu, tugas dari penjaga stabilitas keamanan di suatu negara dimandatkan kepada polisi di samping tentara. Membuat aman dan rasa nyaman kepada masyarakat adalah salah satunya. Segala tindak kejahatan dan semua tindakan yang dapat merugikan khalayak ramai adalah “makanan” mereka sehari.
Akan tetapi dalam perkembangannya, Polri (Polisi Republik Indonesia), yang memegang kuasa penuh atas hal tersebut bukan saja menjadi sosok bak pelindung namun juga kerap sebagai momok yang menakutkan bagi orang-orang yang tak bersalah atau melanggar hukum. Seiring berkembangnya dan beranekaragamnya akan dinamika kehidupan, baik di sisi sosial, ekonomi dan politik, Polri menjadi momok yang menakutkan. Bukan dikarenakan mereka memiliki senjata yang kapan saja siap disodorkan ke semua pihak jika melanggar hukum, tapi juga karena moral dan etika dasar polisi sudah luntur di institusi besar ini.
B.   Rumusan Masalah
1.   Apa yang dimaksud dengan pelanggaran lalu lintas ?
2.   Apa saja undang-undang mengenai lalu lintas?
3.   Apa saja bentuk pelanggaran lalu lintas ?
4.  Dalam perkara pelanggaran lalu lintas apakah sudah sesuai dengan aturan atau ketentuan hukum yang berlaku ?
C. Tujuan
1. mengetahui pentingnya ketertiban dalam berlalu lintas
2. mengetahui undang-undang lalu lintas yang ada di Indonesia
3. mengetahui bentuk pelanggaran lalu lintas
4. mengetahui realita tindakan oleh polisi kepada pelanggar lalu lintas






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Pelanggaran lalulintas adalah suatu pelanggaran yang dilakukan oleh pengemudi kendaraan yang tidak mematuhi peraturan lalulintas. Untuk mengatasi pelanggaran lalulintas, maka dibuatlah suatu peraturan lalulintas. Tetapi pelanggaran lalu lintas masih saja tetap terjadi. Misalnya saja, seorang pengemudi kendaraan diharuskan memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM), tetapi pada kenyataannya masih banyak orang tidak memiliki SIM. Padahal ada Undang-Undang yang mengatur mengenai pentingnya memiliki SIM dalam berkendara (Pasal 77 Ayat (1) UU No. 22 Tahun 2009
            Pelanggaran lalu lintas merupakan ruang lingkup hukum pidana yang diatur dalam UU nomer 14 tahun 1992. Hukum pidana mengatur perbuatan-perbuatan yang dialarang olen undang-undang. (www.transparansi.or.id,2009)
Lalu Sebenarnya apa yang dimaksud dengan tilang? Apakah setiap pelanggaran Undang-Undang (UU) yang tertangkap polisi dikatakan tilang? Atau tilang hanya berlaku dalam kasus pelanggaran UU yang berkaitan dengan Lalu lintas?!
Diantara definisi tilang adalah : “Bukti pelanggaran lalu lintas”,  sementara menilang adalah “menangkap pengendara yang terbukti melanggar lalu lintas”
Tilang adalah singkatan dari kata “bukti pelanggaran” berupa denda yang dikenakan oleh Polisi kepada pengguna jalan yang melanggar peraturan.
            Pelanggaran terhadap aturan hukum pidana dapat diberi tindakan hukum langsung dari aparat jadi tidak usah menunggu laporan atau pengaduan dari pihak yang dirugikan. Pelanggaran lalu lintas tertentu atau tilang biasanya melanggar pasal 54 mengenai kelengkapan surat kendaraan SIM dan STNK serta pasal 59 mengenai muatan lebih terhadap truk atau angkutan umum serta pasal 61 salah memasuki jalur lintas kendaraan.
            Persidangan perlanggaran lalu lintas berlangsung cepat, dalam proses persidangan terdakwa ditempatkan disuatu ruangan. Lalu hakim membacakan nama para terdakwa untuk membacakan denda, setelah denda selesai dibacakan hakim akan mengetuk palu sebagai tanda bahwa telah ditetapkannya suatu keputusan. Dipasal 211 UU No 8 tahun 1981 tentang KUHAP dimaksudkan sebagai bukti bahwa seseorang telah melakukan pelanggaran lalu lintas.
    B.   Bentuk-Bentuk Pelanggaran Lalulintas yang Banyak Menyebabkan Terjadinya Kemacetan dan Kecelakaan Lalulintas
Pelanggaran lalulintas juga terjadi karena kurangnya pengaplikasian kesadaran terhadap hukum yang berlaku. Misalnya, seseorang sadar bahwa melanggar lampu merah (Traffic Light)  adalah pelanggaran hukum atau lalulintas, dan menyadari pula hanya polisi yang berwenang untuk menangkap dan menilangnya. Dengan kesadaran hukum orang tersebut, belum tentu tidak melanggar lampu merah. Ketika orang itu melihat tidak ada polisi di sekitar Traffic Light, maka karena terburu-buru untuk tidak terlambat menghadiri suatu acara penting, orang itu mungkin saja melanggar Traffic Light.
Adapun bentuk-bentuk pelanggaran lalulintas yang sering terjadi dan dapat menyebabkan kemacetan dan kecelakaan lalu lintas adalah, sebagai berikut :
1.    Berkendara tidak memakai sistem pengaman  yang lengkap seperti pengendara motor tidak memakai helm ataupun helm yang tidak standar SNI, pengendara mobil tidak memakai safety bel.
2.    Menggunakan jalan dengan membahayakan diri sendiri ataupun pengendara lain. Misalnya, pengemudi sedang mabuk.
3.    Pengendara melanggar lampu rambu lalulintas. Hal ini yang sering kita lihat di setiap peremapatan atau pertigaan yang terdapat lampu rambu lalulintas. Kebanyakan para pengendara melanggar lampu rambu lalulintas karena sedang terburu atau malas menunggu karena terlalu lama.
4.    Tidak membawa surat-surat kendaraan STNK dan tidak membawa SIM.
5.    Membiarkan kendraaan bermotor yang ada dijalan tidak memakai plat nomor atau plat nomor yang sah sesuai dengan STNK.
6.    Tidak mematuhi perintah petugas pengatur lalu lintas.
7.    Menghitami lampu kendaraan sehingga pada malam hari lampu kendaraan terlihat redup dan tidak terlihat jelas oleh pengendara lain sehingga dapat menyebabkan kecelakaan.
8.    Tidak menggunakan kaca spion pada kendaraan.
Selain itu, banyak anak sekolah yang mengendarai sepeda motor tanpa menggunakan helm. Padahal helm sangat berguna untuk melindungi kepala kita saat terjadi benturan keras dalam kecelakaan lalulintas. Kurangnya kesadaran pengguna sepeda motor menggunakan helm masih sangat memprihatinkan, terbukti masih banyak pengendara sepeda motor yang tidak memakai atau menggunakan helm. Ada juga yang membawa helm, namun tidak digunakan. Ada pula yang membawa helm hanya untuk berjaga-jaga bila sewaktu-waktu ada razia polisi. Hal ini menunjukan bahwa  kesadaran pengendara sepeda motor untuk memakai helm masih minim sekali. Kurangnya kesadaran pengendara sepeda motor memakai helm masih sangat memprihatinkan. Mereka masih beranggapan bahwa memakai helm itu hanya peraturan saja, tidak sadar bahwa peraturan memakai helm itu dibuat untuk keamanan dan keselamatan si pengendara sendiri.
Selain tidak mengenakan helm, banyak pengendara motor yang masih dibawah umur. Apakah mereka sudah memiliki Surat Izin Mengemudi? Bila tidak, ini sama saja sudah melanggar Pasal 77 Ayat (1) UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang menyebutkan bahwa “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib memiliki SIM sesuai dengan jenis kendaraan yang dikemudikan.” Seperti yang dijelaskan pada Pasal 81 Ayat (2) Undang-Undang No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bahwa ada syarat usia minimal seseorang untuk memperoleh surat izin mengemudi. Berbicara mengenai sepeda motor, pengendaranya diwajibkan untuk mengantongi SIM C dan hanya mereka yang telah berusia 17 tahun yang bisa memilikinya.
C.    Undang-Undang Lalu Lintas Di Indonesia
UU Lalu Lintas Nomor 22 tahun 2009 akan efektif berlaku menggantikan UU Nomor 14 Tahun 1992, diantaranya yaitu :
-          Pasal 281, Setiap orang yang  mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak memiliki  Surat Izin Mengemudi (SIM) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77  ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan atau  denda paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
-          Pasal 282, Setiap Pengguna Jalan yang tidak  mematuhi perintah yang diberikan oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104  ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
-          Berdasarkan pasal 293 ayat (2) pasal 107 ayat (2) bagi pengendara yang tidak  menyalakan lampu di siang hari, denda maksimal yang akan di kenakan sebesar Rp. 100.000,-.
-          Pasal 283, Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di Jalan (sms/menelpon.ex) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).
-          Berdasarkan pasal 57 Ayat 2 dan pasal 106 ayat 8, bagi pengendara yang tidak menggunakan Helm Standar Nasional Indonesia (SNI) akan dikenakan pidana maksimal penjara satu bulan atau dengan paling banyak Rp 250.000,-
-          Berdasarkan UU Lalu Lintas No 22 Tahun 2009 dalam pasal 57 Ayat 3 mengenai perlengkapan, sepeda motor yang tidak ber-kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah (sen) dan alat pengukur kecepatan (spedometer) maka akan dikenakah hukuman maksimal dua bulan penjara atau denda paling banyak Rp 500.000,-.
-          Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak dapat menunjukkan Surat Izin Mengemudi yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106  ayat (5)  huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).


D. Realitas Tindakan Polisi Terhadap Pelanggar Lalu Lintas
Di Indonesia banyak perkara pelanggaran lalu lintas yang tidak ditindak sesuai dengan aturan atau ketentuan hukum yang berlaku. Banyak pelanggaran lalu lintas yang diselesaikan di tempat oleh oknum yang berwenang atau polantas sehingga pelanggaran lalu lintas tidak sampai proses hukum, hal ini lah yang banyak terjadi di Indonesia jadi banyak orang yang menyepelekan peraturan lalu lintas karna apabila mereka melanggar peraturan lalu lintas mereka tinggal menyuap aparat tersebut. Dan bagi aparat hal ini bisa disalah gunakan, dengan jabatan mereka sebagai aparat bisa mengahasilkan uang lebih dengan hal tersebut.
Dan pada umumnya, dalam ranah penegakkan hukum, sudah terbukti dan terlihat jelas, begitu banyak (oknum) dari Polri yang menjadi mafia-mafia dan pelanggar hukum negara. Korupsi dan nepotisme tumbuh subur di tubuh Polri. Melihat “kegilaan” (oknum) Polri seperti itu tentu masyarakat semakin antipati terhadap Polri. Tetapi, untungnya, institusi yang dahulu menjadi panutan kita semua, juga memiliki prestasi yang sedikit banyak dapat menutupi boroknya. Adanya Badan Narkotika Nasional (BNN) yang serius membunuh jarungan narkoba di dalam negari dan Detasemen Khusus (DENSUS) yang fokus memberantas aksi terorisme, juga berbicara banyak. Keberhasilan BNN dalam memberantas peredaran narkotika dan obat-obatan terlarang direspon dan dinilai masyarakat dengan tingkat kepuasan yang lumayan yakni 59% dalam laporan yang dilakukan Litbang KOMPAS. Di samping itu, Densus yang belakangan ini mengalami peningkatan citra dan popularitas, dinilai dan direspon masyarakat dengan tingkat kepuasan yang sangat baik, yaitu sekitar 77%.
Berbicara mengenai harapan dan tantangan tentang kepolisian, maka sebagai warga negara Indonesia, kita semua berharap Polri ke depannya dapat menjadi lebih baik dan setia dalam melayani masyarakat seperti moto mereka. Namun tidak menuntut Polri untuk berubah. Harapan masyarakat itu akan menjadi tantangan berat bagi Polri untuk menjadi lebih baik. Salah satunya dengan mereformasi dalam skala besar tubuhnya (Polri). Memberantas segala tindak pelanggaran hukum dan menjaga masyarakat agar tetap selalu ada dalam rasa aman dan nyaman harus menjadi tugas utama bagi mereka, hanya tinggal menunggu eksekusinya saja nanti seperti apa. Jika harapan masyarakat dan tantangan bagi Polri itu tidak dengan serius dilaksanakan, jangan harap, Polri dapat kembali bercitra baik. Bahkan di masa depan nanti, anak-anak dan sanak saudara kita mungkin akan enggan menyebut profesi sebagai polisi menjadi cita-cita mereka.
Di lain sisi, seorang  polisi  dalam melaksanakan tugasnya akan memiliki banyak pilihan  untuk menempatkan dirinya pada bentangan yang luas antara spektrum posisi dibenci atau dimuliakan, atau memilih posisi biasa-biasa saja. Namun apapun posisi yang dipilih, sesungguhnya polisi senantiasa dibutuhkan masyarakat. Di era transisional sesungguhnya tidak mudah menjadi seorang polisi. Menghadapi  masyarakat, mereka harus bersikap ramah dan bertindak bijak. Kepada penjahat, mereka harus selalu waspada. Tak jarang  polisi yang bertugas  sebagai penegak hukum, berada  di ambang bahaya. Nyawa atau setidaknya luka di tubuh menjadi taruhannya. Namun, kenyataannya sebagian besar masyarakat  menganggap fungsi polisi sebagai penegak hukum dan pelayan masyarakat, masih terkontaminasi dengan kesan polisi yang masih memiliki perilaku distortif dan destruktif baik sebagai penegak hukum maupun sebagai pelayan masyarakat.
Dalam menyikapi sesuatu, kita akan sangat dipengaruhi oleh bagaimana cara kita memandang persoalan itu sendiri, demikian juga  dalam memandang polisi, yang kini sedang mengalami proses metamorfosis melalui reformasi struktural, instrumental dan reformasi kulturalnya. Setiap orang bisa dan berhak memandangnya dari sudut pandang masing-masing, tetapi yang pasti kita tidak boleh mengembangkan apalagi memaksakan pandangan pesimis yang mengalahkan rasa optimis. Seperti pepatah Skotlandia bahwa “Lebih baik kita menyalakan sebuah lilin kecil daripada (hanya) menyumpahi kegelapan”, karena terus-menerus menyalahkan kegelapan tidak akan membawa kita keluar dari kegelapan itu sendiri. Kupu kupu yang indah dan memberi keindahan, merupakan hasil proses metamorfosis dari sebuah kepongpong.
Dalam perjalanannya, kepolisian menjadi amat dibutuhkan, terutama saat instabilitas, kriminalitas, dan kekerasan komunal kian merebak. Masalahnya yang tidak pernah kunjung berhenti adalah, mengapa polisi yang dirindu juga sekaligus dibenci ?
Pandangan masyarakat terhadap kinerja Polri terdapat berbagai penilaian Positif dan negatif dari masyarakat. Baik buruknya citra Polri juga tergantung dari sikap masyarakat, bersikap apatis, reaktif, kritis atau telah puas atas kinerja Polri selama ini. Polisi yang berkarakter terpuji yang dapat menempatkan diri sebagai seorang moralis, bapak, teman, pengabdi, dan tokoh yang dikagumi dan dihormati. Artinya kemulyaan martabat dan kehormatan anggota Polri dapat di lihat dari besarnya penghargaan dan pengakuan masyarakat terhadap profesinya. Penghargaan yang sesungguhnya tercermin dalam realitas perilaku pengabdian dan pelaksanaan tugasnya yang membawa manfaat bagi masyarakat, bahkan ditempatkan secara terhormat di tengah kehidupan masyarakat.
Persepsi buruk masyarakat terhadap citra kepolisian adalah akibat dari ketidak-mampuan polisi menjadi pengayom masyarakat. Masih banyak orang yang mencibir bahwa hanya ada dua polisi yang baik, yaitu “polisi patung” dan “polisi tidur”. Bahkan mereka sering berucap bahwa “polisi tidur saja bisa bikin susah, apalagi sedang berjaga”. Masih banyak lagi ungkapan kekecewaan masyarakat terhadap kinerja polisi, begini katanya: “melaporkan kehilangan kambing ke polisi akan kehilangan sapi”. Jika dikaitkan dengan kemampuan dan daya dukung kepolisian terhadap upaya pemulyaan martabat dan kehormatan Polri, terutama dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, citra kepolisian malah semakin terpuruk.
Di tengah derasnya arus pesimisme masyarakat terhadap Polri, maka hal ini penting untuk dicatat, oleh karena kalangan internal Polri sendiri dianggap kurang tanggap membenahi diri. Citra buram selama ini belum banyak berubah, sehingga beragam kritik pedas masih menerpa korps kepolisian hingga kini. Hubungan polisi dengan masyarakatnya pun, belum kunjung mesra. ”Kerinduan” masyarakat terhadap polisi, seolah berganti menjadi ”kebencian”.
Realitas di lapangan menunjukkan bahwa praktik-praktik perpolisian di Indonesia hingga saat, masih cenderung mengisolasikan aparat kepolisian dari masyarakat yang dilayaninya yang tentunya berdampak pada kinerja kepolisian untuk melakukan pengendalian kejahatan yang lebih efisien. Oleh karena itu, penerapancommunity policing sangat dibutuhkan untuk memberikan ruang bagi para aparat penegak hukum tersebut untuk memperbaiki kembali hubungannya dengan warga masyarakat yang merupakan mitra utamanya. Kemitraan adalah salah satu wujud nyata komunikasi sehingga kedua belah pihak, terlebih pihak kepolisian sebagai pihak yang paling berperan dalam mewujudkan kemitraan yang memberi nilai tambah perlu menerapkan strategi komunikasi yang tepat.
Di tengah-tengah hubungan polisi masyarakat yang fluktuatif, terkadang membara, ada baiknya kita mengenang almarhum Kapolri Jenderal Hoegeng Imam Santoso, yang memaknai jati dirinya sebagai polisi dan perannya di tengah masyarakat. Hoegeng memaknai seorang agen polisi sama saja dengan seorang jenderal polisi. Tentu saja yang terakhir memiliki kewajiban dan tanggung jawab yang lebih besar. “Hakikat seorang polisi demikianlah, yang membuat saya mencintai tugas kepolisian dan bangga sebagai polisi, tanpa membedakan kedudukan dan pangkat!. Hoegeng membuktikannya dengan tidak pernah merasa malu turun tangan mengambil alih tugas teknis seorang agen polisi yang kebetulan sedang tidak ada atau tidak di tempat. Misalnya jika di suatu perempatan jalan terjadi kemacetan lalu lintas, kadang kala dengan baju dinas Kapolri, beliau menjalankan tugas seorang polisi lalu lintas di jalan raya. “Saya melakukan dengan ikhlas. Sekaligus memberikan contoh teladan tentang motivasi dan kecintaan polisi akan tugasnya, sekaligus memberikan teguran dan peringatan secara halus kepada bawahan yang lalai atau malas!” Dalam persepsinya tentang kehormatan, kewajiban, dan tanggung jawab polisi, maka keinginannya yang pertama adalah memulai menegakkan citra ideal seorang polisi dari diri sendiri. Berbarengan dengan itu menaikkan pula citra seorang komandan polisi yang baik.
Seiring bertambahnya usia, dan terjadinya proses dialektika antara polisi dan masyarakat. Masyarakat berharap Polri, senantiasa mengubah jati dirinya menjadi polisi yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.  Polri bermetamorfosis menjadi sosok polisi yang dipercaya, dicintai  dan professional dalam melaksanakan tugasnya. Dan masyarakat harus meresponya dengan sikap positif, namun tetap kritis, suportif dan proposional dalam menyikapi  reformasi yang sedang dilaksanakan oleh kepolisian kita. Wajah polisi adalah wajah kita semua, karena polisi lahir dari masyarakat dan berkarya di tengah masyarakat.
Olehnya itu, perlu kiranya aparat kepolisian membangun citra yang dapat dipercaya oleh masyarakat. Polisi yang dipercaya adalah tangga awal untuk merebut hati masyarakat. Hubungan antara polisi dan masyarakat sering diibaratkan sebagai ikan dan air. Ikan jelas tidak bisa hidup tanpa air, demikian pula polisi tidak akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik tanpa dukungan masyarakat. Dengan demikian, memperoleh dukungan yang ikhlas dari masyarakat menjadi sangat penting untuk kelancaran tugas, sesuai dengan yang diamanatkan doktrin polisi mutakhir shaking hands with the entire community (Satjipto Rahardjo, 1999) bergandengan tangan dengan seluruh komponen strategis masyarakat.
Hati masyarakat hanya bisa direngkuh jika Polisi memahami karakter masyarakat, menaruh simpati dan empati yang tinggi terhadap penderitaan masyarakat, serta betul-betul menempatkan diri sebagai pengayom dan pelayan masyarakat. Polisi ada untuk menjaga keamanan masyarakat secara umum. Dengan demikian, rekomendasi alternatif bagi para pemimpin kepolisian dan jajarannya adalah:
1.      Mampu menjadikan masyarakat sebagai mitra kerja,
2.      Mensosialisasikan hukum, agar masyarakat menjadikan hukum sebagai solusi penyelesaian masalah, dan bukan sekedar instrumen yang harus dipatuhi dalam bertindak.
3.      Memiliki sifat realistis dan kritis mampu menjalin kerjasama dengan masyarakat,
4.      Mengetahui dengan benar kondisi dan aspirasi masyarakat.
Jika rekomendasi tersebut dapat dilaksanakan sesuai dengan kewenangan dan peraturan yang berlaku, maka diharapkan Polri dapat mengeliminir segala tantangan, dan mampu mengayomi, melindungai, memelihara kamtibmas dan penegakan hukum secara efektif.










BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Penegak peraturan lalulintas harus menjadi teladan bagi masyarakat yang berkendara. Seorang penegak hukum harus mempunyai sifat yang lugas, menjadi penegak hukum dijalan raya bukanlah hal yang mudah melainkan menjadi hal yang rumit. Penegak hukum harus menjaga kewibawaannya untuk kepentingan profesinya di lain pihak juga harus percaya diri karena penegak hukum akan mengambil keputusan yang bijaksana untuk menghasilkan keadilan.
Masyarakat Indonesia masih banyak yang melanggar lalulintas dengan tidak sengaja maupun dengan sengaja. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan masyarkat terhadap peraturan lalulintas atau tata tertib lalulintas, sehingga masyarakat menyepelekan kesalamatannya sendiri bahkan bisa berdampak terhadap keselamatan orang lain, karena itulah tingkat kecelakan di jalan terus meningkat.
Penyebab pelanggaran lalulintas kebanyakan dikarenakan karena terlalu terburu-buru dalam berkendara, mungkin kemacetan adalah penyebab dari pengendara yang terburu-buru dalam berkendara karena waktu mereka tersita terkena macet dijalan.
B.   Saran
Pengendara bermotor harus memiliki etika kesopanan di jalan dan harus mematuhi atau melaksanakan tata tertib lalulintas, terutama tata tertib keamanan berlalulintas supaya tidak merenggut korban jiwa dan bisa merugikan orang lain. Hal ini harus disadari pada setiap pengendara bermotor dijalan agar tidak ada yang dirugikan.
Penegak peraturan lalulintas harus tegas dalam menangani para pelanggar lalulintas dan memprosesnya secara hukum. Penegak hukum peraturan lalulintas harus lebih rajin merazia pengendara bermotor yang melanggar peraturan lalulintas. Tidak hanya disiang hari tapi dimalam hari karena banyak pengendara bermotor yang ugal-ugalan atau memacu kendaraanya terlalu cepat sehingga bisa mengancam keselamatan dirinya maupun oran lain
Daftar Pustaka

Ali, Ahmad. 2012. Menguak Toeri Hukum (Legal Teory) dan Teori Peradilan.            Jakarta:Kencana.
Ade, Andriyana. 2013. Pelanggaran Lalulintas. (http://andriyanaade.blogspot.       com/2013/ 01/pelanggaran-lalu-lintas.html) 20 februari 2016.
Nuansa Kalam Islami. 2012. Pelanggaran Lalulintas yang Dianggap Biasa.             (http://nuansakalaminsani.blogdetik.com/2012/11/04/pelanggaran-lalu-        lintas-  yang-dianggap-biasa) 20 februari 2016
`Suhari, Eni. 2011. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta: Sinar                           Grafika.
Mustafa,Bachsan. 2003. Sistem Hukum Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Baktia



0 Response to "Paper Hubungan Yang Tidak Harmonis Antara Aparat Penegak Hukum (Polisi) dengan Masyarakat"

Post a Comment