Gerhana Matahari Total adalah gerhana yang terjadi saat posisi bulan
terletak di antara Bumi & Matahari sehingga menutup seluruh cahaya
Matahari. Meskipun Bulan berukuran lebih kecil, bayangan Bulan mampu melindungi
cahaya Matahari sepenuhnya karena Bulan yang berjarak rata-rata jarak 384.400
kilometer dari Bumi lebih dekat dibandingkan Matahari yang mempunyai jarak
rata-rata 149.680.000 kilometer. (http://sistempemerintahan-indonesia.blogspot.co.id/2014/02/pengertian-gambar-jenis-gerhana-bulan.html)
Menilik sejarahnya, GMT terkait dengan salah
satu peristiwa terpenting dalam perkembangan fisika modern, yakni pembuktian
bahwa gravitasi bisa membelokkan cahaya, yang digagas Albert Einstein melalui
teori relativitas umum. Begini ceritanya, seperti disarikan dari buku
"Einstein, Kehidupan dan Pengaruhnya Bagi Dunia" karya Walter
Isaacson. Pada tahun 1911, Einstein menulis makalah yang berjudul "On the
Influence of Gravity on the Propagation of Light." Lima tahun kemudian,
tepatnya 1916, Sir Arthur Eddington, Direktur Observatorium Cambridge, menerima
salinan makalah tersebut. Dalam makalah itu, Einstein mengatakan, cahaya yang
melintas di dekat matahari akan melengkung sekitar 1,7 detik-busur.
Pelengkungan itu tak lain karena gravitasi matahari. Gravitasi sendiri,
sebagaimana didefenisikan Einstein, adalah kelengkungan ruang dan waktu. Eddington
kemudian tergerak untuk membuktikan teori itu sesudah berkonsultasi dengan Sir
Frank Dyson, astronom kerajaan Inggris. Cara terbaik untuk mengujinya adalah
saat terjadi GMT. Gerhana terjadi pada 29 Mei 1919. Saat itu, matahari berada
di tengah-tengah kelompok bintang bernama Hyades. Biasanya pengamat bintang
mengenalinya sebagai pusat konstelasi Taurus. Pada awal Maret 1919,
Eddington berlayar dari Liverpool bersama dua tim. Satu grup memisahkan diri
untuk memasang kamera di kota terpencil Sobral di rimba Amazon Brasil sebelah
utara. Grup kedua, yang juga beranggotakan Eddington, berlayar menuju pulau
kecil Principe, koloni Portugis, satu derajat di selatan garis khatulistiwa,
tepat di lepas pantai Afrika di Samudra Atlantik. Eddington menyiapkan
peralatannya di atas tubir jurang setinggi 150 meter di ujung utara pulau.
Gerhana terjadi setelah pukul 15.13 waktu setempat Principe dan berlangsung selama kurang lebih 5 menit. Singkat cerita, Eddington berhasil mendapatkan 16 foto. Sayangnya, foto matahari terganggu oleh keberadaan awan. Beruntung, tim Brasil berhasil mendapatkan foto lebih bagus karena cuaca cerah. Hasil penghitungan Eddington kemudian menunjukkan, defleksi mencapai 1,6 busur-detik, beda tipis dari teori Einstein. Pada Semptember 1919, Einstein yang masih tinggal di Jerman menerima surat pemberitahuan hasil observasi Eddington dari rekannya, Hendrik Lorentz. "Eddington menemukan pergeseran bintang di tepi keliling matahari, nilai sementara antara sembilan per sepuluh detik sampai dua kalinya," kata Lorrentz.
Gerhana terjadi setelah pukul 15.13 waktu setempat Principe dan berlangsung selama kurang lebih 5 menit. Singkat cerita, Eddington berhasil mendapatkan 16 foto. Sayangnya, foto matahari terganggu oleh keberadaan awan. Beruntung, tim Brasil berhasil mendapatkan foto lebih bagus karena cuaca cerah. Hasil penghitungan Eddington kemudian menunjukkan, defleksi mencapai 1,6 busur-detik, beda tipis dari teori Einstein. Pada Semptember 1919, Einstein yang masih tinggal di Jerman menerima surat pemberitahuan hasil observasi Eddington dari rekannya, Hendrik Lorentz. "Eddington menemukan pergeseran bintang di tepi keliling matahari, nilai sementara antara sembilan per sepuluh detik sampai dua kalinya," kata Lorrentz.
Pengumuman resmi akhirnya disampaikan Royal Society, isntitut ilmiah paling terhormat di Inggris pada 6 November 1919 di Burlington House. Astronom kerajaan, Sir Frank Dyson, mendapat kehormatan menyampaikan penemuan ini. Katanya, "Setelah mempelajari pelat-pelat tersebut secara cermat, saya siap menyatakan bahwa tak ada keraguan lagi pelat-pelat ini membenarkan prediksi Einstein. Hasil ekspedisi ke Sobra dan Principe hanya meyisakan sedikit keraguan bahwa defleksi cahaya yang tejadi di sekitar matahari dan besarnya sama dengan yang dinyatakan dalam teori relativitas umum Einstein." Penemuan ini menjadi berita utama di sejumlah media besar, termasuk The Times di London dan New York Times di Amerika Serikat. Dengan cepat, Einstein menjadi pesohor dan diburu reporter dari berbagai belahan dunia. (http://teknologi.metrotvnews.com/read/2016/03/07/495299/kisah-gerhana-matahari-total-dan-eksperimen-yang-membua)
Pada tanggal 9 maret 2016 kemarin Indonesia
merasakan fenomena alam yang langka, yaitu Gerhana Matahari Total (GMT). Fenomena tersebut dibilang langka, sebab
kejadian serupa hadir kembali, setelah 350 tahun.
Bicara soal fenomena langka GMT, sebelumnya
Indonesia sudah pernah merasakannya. GMT yang pernah teramati di wilayah
Indonesia terjadi pada 11 Juni 1983. Menurut
data Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), dikutip Jumat 15
Januari 2016, sepanjang abad 20, yaitu 1900-1999, telah terjadi 224 gerhana
bulan dan 224 gerhana matahari. Dari total gerhana tersebut, sebagian bisa
dilihat dari wilayah Indonesia. Salah satu yang langka, yaitu GMT pada
1983. Menariknya, Lapan menuliskan ada
satu GMT yang mirip dengan GMT 2016. Disebutkan GMT, pada 18 Maret 1988, mirip
dengan GMT pada Maret 2016. Sebab, GMT 1988 melewati wilayah Sumatera sampai
Bangka Belitung, sedangkan GMT 2016 juga melewati wilayah tersebut. Sedangkan bila bicara fenomena gerhana ke
depan. Lapan mencatat bakal ada beberapa gerhana yang terjadi. Dalam kurun satu
abad Indonesia merdeka, yaitu dari 1945-2045, terjadi 33 gerhana matahari, dengan
rincian 18 gerhana matahari sebagian, sembilan gerhana matahari total, dan enam
gerhana matahari cincin. Lapan
menuliskan untuk kurun waktu 2001-2020, hanya terdapat satu GMT pada 2016, dan
dua gerhana matahari cincin yang terjadi pada 2009, dan akan terjadi pada 2019.
Semua gerhana ini teramati di Indonesia. Pada tahun 2016 ini ada 11 provinsi
yang dilewati gerhana matahari total. Wilayah tersebut adalah Bengkulu, Jambi,
Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan
Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah dan Maluku Utara. (http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/723428-kilas-sejarah-gerhana-matahari-total-di-indonesia)
Bagi beberapa pihak, daya tarik gerhana matahari total 2016 tak berhenti di persoalan fenomena
langka. Pasalnya, beragam ritual unik nan langka pun kerap datang bersama
'aktivitas luar angkasa' tersebut. Bukan hanya warga di belahan dunia lain,
masyarakat Indonesia juga punya berbagai ritual penyambutan gerhana matahari
total yang berlangsung pada Rabu (9/3).
Tarian tradisional
Mentawai. Meski sempat
diguncang gempa pada Rabu (2/3) lalu, pergelaran Turuk Lagai tetap
berlangsung. Berpusat di Macaronis Resor di pantai barat daya Desa Silabu,
tarian berupa ritual pemanggilan ruh ini dilakukan oleh seorang dukun.
Dolo-dolo. Menengok ke bagian timur Indonesia,
rutual adat dolo-dolo juga digelar, tradisi ini
kerap dipertontonkan, baik saat gerhana matahari mau pun bulan.
Berupa permohonan perlindungan yang akan diakhiri
dengan pukulan kentungan secara bersamaan.
Festival 'Battu Rattema'. Berbeda dengan dua ritual di atas, tradisi
penyambutan gerhana matahari total 2016 ini memadukan beberapa nuansa, termasuk
religius, pendidikan, dan budaya. Dimana melalui tema itu diharapkan dapat
mengedukasi pelajar Makassar untuk sama-sama belajar memahami fenomena alam yang
sangat jarang terjadi ini.
Acara-acara adat yang dilaksanakan diberbagai
tempat diindonesia itu ternyata berkaitan dengan mitos yang beredar
dimasyarakat Indonesia dan dinegara-negara lainnya. Beberapa negara mempercayai
bahwa saat gerhana terjadi, matahari dimakan atau dicuri. Dalam legenda bangsa
Viking disebutkan gerhana matahari terjadi ketika serigala Skoll berhasil
menangkap Dewa Matahari atau Sol. Bangsa Viking, yang biasa dikenal berasal
dari Norwegia, Swedia, dan Denmark, kemudian diminta membuat kegaduhan dengan
memukul panci dan wajan agar serigala ketakutan serta mengembalikan matahari.
Mitos nyaris serupa dipercayai warga Jawa di
Indonesia. Masyarakat Jawa percaya bahwa saat gerhana matahari terjadi, raksasa
Batara Kala atau Rahu menelan matahari karena dendam kepada Sang Surya atau
Dewa Matahari. Batara Kala merupakan tokoh pewayangan dengan wujud raksasa
jahat yang sangat berkuasa.
Ditelannya Matahari oleh Batara Kala disebut
sebagai fenomena gerhana oleh mitos masyarakat Jawa. Masyarakat Jawa
mempercayai bahwa saat fenomena gerhana matahari terjadi, para wanita hamil
harus masuk ke rumah. Para wanita harus membawa masuk anak-anak dan melindungi
anak-anak dari murka Batara Kala.
Di India, warga setempat mempercayai bahwa
makanan yang dimasak saat gerhana matahari terjadi akan menjadi racun dan
najis. Karena itu, di beberapa wilayah di India, warga tidak makan saat gerhana
matahari terjadi.
Pada zaman Yunani kuno, gerhana matahari
dianggap sebagai pertanda bahwa dewa-dewa sedang marah. Masyarakat kala itu
juga percaya bahwa gerhana matahari merupakan pertanda bencana akan terjadi.
Dengan
begitu banyaknya mitos yang beredar perihal GMT, bagaimana kita sebagai umat
yang beragama terutama bagi yang beragama islam menyikapinya ? Hal pertama yang sebaiknya
dilakukan oleh setiap muslim terkait peristiwa gerhana matahari adalah:
mentadabburi kebesaran dan kekuasaan Allah. Matahari dan bulan merupakan dua
makhluk Allah yang sangat akrab dalam pandangan. Peredaran dan silih
bergantinya dua makhluk tersebut dengan begitu teraturnya merupakan ketetapan
dan aturan Allah. Maka semua yang menakjubkan dan luar biasa
pada matahari dan bulan menunjukkan keagungan dan kebesaran serta kesempurnaan
Penciptanya. Dengan melihat peristiwa unik tersebut, seharusnya akan menguatkan
dan menebalkan keyakinan kita kepada Allah yang Maha Kuasa dan Maha Agung,
karena landasan utama agama Islam adalah kemurnian tauhid dengan mengimani dan
mengagungkan Allah, termasuk dalam menjelaskan fenomena alam seperti gerhana. Yang Kedua, tidak mengaitkan peristiwa gerhana matahari dengan
kepercayaan mistik yang tidak berdasar dan tidak diajarkan dalam Islam. Islam
adalah agama yang membebaskan manusia dari kungkungan takhayyul dan khurafat
yang kontra produktif terhadap perkembangan peradaban manusia.
Kepercayaan-kepercayaan yang tidak logis hanya akan melemahkan masyarakat
karena membuat mereka takut, khawatir dan mewaspadai sesuatu yang tidak wujud
dan tidak rasional. Yang ketiga mengingat Allah, berdoa dan
beristighfar. Semoga dengan adanya GMT dapat meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan kita.
Perisiwa GMT juga pasti membawa dampak. Baik itu positif maupun
negative. Daerah- daerah yang merupakan pusat untuk melihat gerhana matahari
total menjadi tujuan para pemburu gerhana matahari total. setiap orang berharap
mengabadikan setiap proses perubahan tersebut, apa lagi dengan adanya kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang didukung dengan alat canggih dan murah yang
mampu dimiliki yaitu handphone, Sehingga semua orang memiliki kesempatan untuk
mengabadikan kejadian tersebut. Provinsi Maluku Utara merupakan salah
satu daerah yang menjadi pusat untuk melihat gerhana total yang cukup lama,
dikunjungi oleh orang-orang dari berbagai daerah di Indonesia dan berbagai
Negara, secara otomatis membawa berkah tersendiri bagi daerah dan masyarakat
daerah tersebut, karena dapat dijadikan momentum untuk meningkatkan sumber
pendapatan. Namun perlu menjadi perhatian kita bersama bahwa kejadian gerhana
matahari total tersebut akan membawa dampak negative juga bagi kita terutama
pada kesehatan sehingga masyarakat perlu mendapat informasi yang baik dan benar
tentang dampak negative bagi kesehatan. Saat
terjadi gerhana matahari, cahaya matahari memang tertutup oleh bulan, sehingga
cahaya disekitar alam menjadi redup, meskipun cahaya matahari itu tertutup,
pancaran cahayanya tak berkurang sedikitpun, hanya ukurannya saja yang menyusut.
Gerhana matahari dapat mengganggu pada indra penglihatan, menatap/melihat
langsung dengan mata telanjang dapat membakar mata dan berujung pada kebutaan.
Ada bagian mata kita seperti diagframa pada kamera, yang bisa melebar dan
menyempit, namanya pupil. Pupil ini berfungsi untuk menyaring jumlah
cahaya yang memasuki mata. Kalau suasana sekitar kita gelap, maka diameter
pupil mata kita membesar sampai 8 mm. kalau disiang hari yang terang, biasanya
diameter pupil mata kita mengecil sampai dengan 2 mm. kalau mata kita melihat
cahaya yang sangat terang, pupil bisa mengecil sampai 1,6 mm. Pada saat kita
mendongak ke atas menatap matahari, yang terjadi adalah pupil mata kita belum
sempat bereaksi. Akibatnya cahaya matahari yang masuk ke mata berlebihan
sehingga membuat mata kita bisa menjadi buta. Jadi sebaiknya sebelum, saat dan
sesudah proses gerhana, kita tidak menatap matahari secara langsung. Faktanya
pupil mata manusia tak mampu menghalangi pancaran cahaya matahari yang begitu
terang. Menurut para ahli kalau dihitung, cahaya langsung dari matahari itu
harus dilemahkan 50 ribu kali supaya bisa diterima oleh pupil mata manusia.
Kalau tak dilemahkan, orang yang melihat langsung kearah matahari besar
kemungkinannya buta total. Menggunakan Ipone untuk foto selfi atau pun
menggunakan kamera biasa, menggunakan pelindung seperti kacamata belum cukup
untuk melindungi mata dari kerusakan, bila ingin berfoto selfi sebaiknya
menggunakan kaca mata khusus yang mampu menghalangi sinar matahari serta
mencegah penyakit mata macula, yakni kerusakan pada inti retina akibat radiasi
matahari. Para ilmuwan kesehatan
mengimbau jangan melakukan selfie saat gerhana matahari total. Sebab itu akan
berdampak langsung terhadap mata dengan resiko permanen. Salah satunya dapat
mengakibatkan terjadinya solar maculopathy atau penghancuran pusat retina,
disebabkan radiasi matahari. jadi pada dasarnya tidak ada sistim aman untuk
melihat secara langsung, tapi melihat melalui video atau foto yang telah
diambil melalui ponsel tidak manimbulkan bahaya. Namun banyak orang mencoba
melakukan berbagai cara untuk melihat fenomena gerhana yang menurut mereka aman
dan benar.Sebenarnya metode tersebut tidak aman misalnya melihat gerhana
matahari total dengan kaca hitam biasa, film foto, film rontgen, padahal alat-alat
tersebut adalah alat-alat yang tidak aman dalam melihat gerhana matahari total.
Gerhana
matahari total yang terjadi tanggal 9 Maret 2016, memberi manfaat sosial -
ekonomi bagi Indonesia. pertama,
masyarakat dari seluruh lapisan (atas, menengah dan bawah) tumpah ruah di
berbagai lokasi yang disiapkan dan tidak disiapkan untuk menyaksikan gerhana
matahari total. Gerhana matahari telah dijadikan sebagai event untuk nonton
bareng. Selain nonton bareng melintasnya gerhana matahari total, Kementerian Pariwisata
(Kemenpar) Indonesia juga menyiapkan 100 acara untuk menyambut para wisatawan
nusantara (wisnus) dan wisatawan mancanegara (wisman). Jadi para
wisatawan tersebut tidak akan merasa jenuh
Di dalam nonton bareng tersebut, diperoleh manfaat sosial seperti terbangunnya kebersamaan, persatuan dan kesatuan. Ketiga, gerhana matahari total di 11 kota di Indonesia dan gerhana matahari di hampir seluruh Indonesia, telah menyebabkan turis manca negera membajiri Indonesia. Kehadiran mereka di berbagai kota di Indonesia, membawa rezeki bagi masyarakat yang berprofesi pedagang, mempunyai restoran, penginapan, hotel, biro perjalanan, taksi, pesawat terbang dan sebagainya. Keempat, turis lokal juga membanjiri berbagai daerah yang akan mengalami gerhana matahari, sehingga ekonomi bergerak dinamis dan menciptakan pemerataan dalam bidang ekonomi. Sedangkan bagi negara, gerhana matahari menyumbangkan devisa yang cukup banyak dari kehadiran turis manca negara serta pajak dari berbagai kegiatan yang terkait gerhana matahari.
Gerhana Matahari Total (GMT) bukan hanya
menarik bagi kaum awam, tetapi juga ahli metafisika, dan religius. Fenomena
alam yang terjadi 350 tahun sekali itu juga menjadi momen penting bagi ilmuwan
dan intelektual seperti Astronomi, ilmu bintang, atau ilmu yang melibatkan
pengamatan dan penjelasan peristiwa yang terjadi di luar bumi dan atmosfernya.
Banyak manfaat pendidikan yang didapat oleh
masyarakat Indonesia maupun wisatawan baik mancanegara maupun wisatawan
nusantara. Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menggelar
workshop bersama Komunitas Lubang Jarum Indonesia (KLJI) dalam rangka menyambut
Gerhana Matahari Total (GMT) yang terjadi pada 9 Maret 2016. Kegiatan
dilangsungkan di Graha Teknologi Palembang, selasa (8/3). Edukasi diberikan
melalui pembuatan dan penggunaan teropong dengan prinsip kerja lubang jarum.
Teropong ini merupakan salah satu alat yang berfungsi agar dapat melihat
pergerakan terjadinya GMT secara jelas tanpa merusak mata lewat pantulan yang
diproyeksikan melalui lubang jarum. Teknik ini digunakan pada jaman dahulu
sebelum ditemukannya optik lensa seperti sekarang. Antusiasme para peserta
terlihat dari banyaknya peserta yang menyimak tata cara pembuatan secara serius
sekaligus nampak banyak peserta yang berebut untuk mendapatkan bahan teropong
lubang jarum. Hal ini dapat membangkitkan kreatifitas dalam melakukan
kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan keingintahuan terhadap ilmu
pengetahuan, teknologi dan kreatifitas di bidang fotografi. Semoga melalui
gerhana matahari total di Indonesia memberikan keberkahan dan kemajuan untuk
seluruh bangsa Indonesia.
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete