Paper
Suku Polahi
Disusun oleh :
Ø Siti Mardiani
Pendidikan IPS A 2015
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
FAKULTAS ILMU SOSIAL
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPS
2015
A. PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Badan Pusat Statistik (BPS) dalam sensus penduduk 2010
mendata ad 10.030 orang suku terasing di Indonesia. Mereka ini tersebar di delapan
provinsi di Indonesia. Suku terasing yang dimaksud BPS adalah kelompok atau komunitas
masyarakat yang sifat kehidupannya terisolasi dibanding masyarakat secara umum.
Mereka teridentifikasi dalam suatu kelompok berbeda-beda dan memiliki batas
wilayah dengan sifat sendiri-sendiri. Data yang diperoleh BPS diantaranya
adalah suku terasing di Sumatera Barat sebanyak 70 orang, Jambi 3.198 orang,
Kalimantan Timur 15 orang, Sulawesi Tengah 4.516 orang, Maluku 1.087 orang,
Maluku Utara 27 orang, Papua 865 orang dan Papua Barat 252 orang. Salah satu
suku terasing di Indonesia yang mendapat sorotan adalah suku Polahi di daerah Gorontalo.
Masyarakat suku Polahi merupakan sebuah komunitas/populasi yang menarik
perhatian seiring dengan perkembangan kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat
Indonesia. Karena mereka hidup di hutan-hutan gunung Boliyohuto dengan hidup secara
berkelompok dan mempunyai adat istiadat yang unik dan khas. Suku polahi ini
bahkan jauh lebih tertinggal daripada suku-suku yang masih dianggap primitif
lainnya di Indonesia. Hal ini disebabkan karena kondisi geografis yang terdiri
dari hutan-hutan sehingga sulit dijangkau. Dengan adanya kondisi tersebut, maka
akses terhadap pendidikan maupun kesehatan juga belum masuk dalam suku tersebut
Suku Polahi tak mengenal sekolah dan fasilitas kesehatan modern. Mereka terbelakang,
tak hanya karena keterpencilan dan tak mempunyai
pendidikan formal, bahkan dalam kebudayaan mereka tak dikenal hitung-menghitung dan tak dikenal
hari. Yang paling unik dari suku ini
adalah sistem perkawinan. Mereka mungkin satu satunya suku di indonesia yang
menganut perkawinan sedarah, dimana jika satu keluarga memiliki anak laki laki
dan perempuan maka mereka otomatis akan di nikahkan dengan saudaranya tersebut.
Jadi anak anak mereka sekaligus menjadi menantu mereka. Bahkan sang ibu bisa menikahi
anak lelakinya dan sang ayah bisa menikahi anak perempuannya.
Berbeda dengan beberapa suku lain di indonesia yang mulai terbuka dengan
dunia luar, suku polahi masih bisa dikatakan tertutup dengan duni llua. konon
mereka sangat takut dengan orang-orang dari luar suku mereka. Menurut cerita
yang beredar di masyarakat, polahi adalah masyarakat pelarian zaman dahulu yang
melakukan eksodus ke hutan karena takut dan tidak mau dijajah oleh Belanda
sehingga menjadikan mereka sebagai suku terasing sampai dengan saat ini. Mereka
hidup di pedalaman hutan daerah Boliyohuto, Paguyaman dan Suwawa, Provinsi
Gorontalo.
Konon orang Polahi adalah pelarian pada zaman Belanda, yang katanya untuk menghindari pembayaran pajak. Jumlah mereka seluruhnya sekitar 500 orang, kira-kira 200 orang di Kecamatan Paguyaman dan 300 orang di Kecamatan Suwawa. Mereka tinggal di hutan dalam kelompok-kelompok kecil. Departemen Sosial di tingkat Kabupaten Gorontalo mengidentifikasi masyarakat Polahi dengan Kelompok 9, Kelompok 18, Kelompok 21, Kelompok 70, dan sebagainya, berdasarkan jumlah anggota kelompok dalam satu "kampung".
Suku Polahi merupakan salah satu suku asli Indonesia yang memiliki keunikan dalam budaya dan adat istiadatnya,. Suku yang tinggal di hutan belantara Sulawesi tepatnya di pedalaman Gorontalo ini masih tetap 'mengisolasi' diri dari para manusia luar (orang desa/kota), ini dikarenakan menurut Babuta, penerus pimpinan suku Polahi di Hutan Humuhulo, Hutan adalah rumah sekaligus tempat mencari makan. "Leluhur kami berpesan, jangan pernah sama sekali meninggalkan hutan,".
2.
Rumusan
Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyususnan makalah
ini secara umum mengenai masalah “Kebudayaan Gorontalo”.
1.
Bagaimana
sejarah suku polahi ?
2.
Apa saja
kebudayaan suku polahi ?
3.
Permasalahan
kebudayaan apa yang ada disuku polahi ?
4.
Bagaimana
pemecahan masalah kebudayaan yang ada
disuku polahi ?
3.
Tujuan
Penulisan
Pada dasarnya tujuan penulisan paper ini
terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum
dalam penyususnan paper ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
pengantar antropologi.
Adapun tujuan khusus dari penyususnan makalah ini adalah :
1. untuk mengetahui sejarah suku polahi
2. untuk mengetahui kebudayaan suku polahi
3. untuk mengetahui Pprmasalahan
kebudayaan apa yang ada disuku polahi
4. untuk memecahan masalah kebudayaan yang ada disuku polahi
4.
Sistematika
Penulisan
A.
Pendahuluan
B.
Permasalahan
Fenomena Kebudayaan
C.
Pemecahan
Masalah
D.
Kesimpulan
E.
Saran
Daftar Pustaka
B. Permasalahan Fenomena kebudayaan
Sebelum pada permasalahan fenomena kebudayaan suku polahi, akan dibahas
terlebih dahulu sejarah, dan kebudayaan-kebudayaan yang ada si suku polahi.
1. Sejarah Suku
Polahi Di Gorontalo
Di hutan di Desa Bina Jaya Kecamatan
Tolangohula Kabupaten Gorontalo hidup beberapa kolompok manusia yang di sebut
oleh masyarakat gorontalo sebagai polahi. Jumlah suku Polahi yang terdata di
Desa Bina Jaya berjumlah 11 KK, Suku polahi adalah warga masyarakat gorontalo
yang terisolir di kawasan pedalaman provinsi gorontalo, untuk mencapai ke lokasi
perkampungan polahi harus menempuh perjalanan kaki selama tujuh jam, menurut
cerita yang berkembang di masyarakat gorontalo bahwa suku Polahi adalah mereka
yang tidak mau di tindas dan dijajah oleh Belanda, sehingga dari beberapa kolompok masyarakat
banyak yang mengamankan diri mereka dengan cara berpindah tempat masuk kedalam
hutan. Jumlah mereka seluruhnya sekitar 500 orang, kira-kira 200 orang di
Kecamatan Paguyaman dan 300 orang di Kecamatan Suwawa. Mereka tinggal di hutan
dalam bentuk kelompok-kelompok kecil.
Suku terasing polahi umumnya mereka
hidup berpencar dalam kelompok-kelompok kecil. Departemen Sosial
Kabupaten Gorontalo telah meng-identifikasi masyarakat polahi dengan kelompok
9, kelompok 18, kelompok 21 atau kelompok 70 berdasarkan jumlah anggota
kelompok dalam satu kampung. Cara mengenal suku Polahi yaitu berbadan
tegap dan kekar, berjalan sangat cepat, bahasa gorontalo asli, jari kaki mereka
terbuka, tangan mereka sangat kekar.
Jika menelusuri sejarah perjuangan rakyat
Gorontalo dalam mengusir penjajah, ternyata terdapat benang merah yang dapat
ditarik untuk mengetahui bagaimana suku polahi pertama kali muncul. Masyarakat
Gorontalo adalah masyarakat yang memiliki jiwa patriotisme yang sangat tinggi
sehingga mereka rela mengasingkan diri dihutan dengan alasan menolak
kerja paksa dan tuntutan membayar pajak kepada kompeni. Secara terperinci bahwa
perlawanan rakyat Gorontalo terhadap kaum penjajah sudah dimulai sejak Raja
Eyato menjadi raja di Gorontalo pada tahun 1673 sampai 1679 Masehi. Terlepas dari itu semua yang pasti suku
polahi ini ada karena mereka tidak meng-inginkan hidup dalam kungkungan dari
para penjajahan.
2.
Suku
Polahi Primitif
Suku Polahi yang masih primitif ini
dulunya sangat ditakuti oleh masyarakat yang tinggal di sekitar hutan, jika kita bertemu dengan mereka berada dalam
hutan kita akan di usir bahkan dibunuh jika melawan, ini mereka lakukan karena
mereka tidak menginginkan kehadiran orang lain, mereka masih mengangap bahwa orang
yang datang itu adalah penjajah. Dalam kesehariannya mereka menghabiskan
seluruh waktu mereka di dalam hutan dengan hanya mengandalkan gubuk kecil
beratapkan dedaunan tanpa dinding sebagai tempat peristirahatan sementara
mereka. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, mereka biasanya berburu babi hutan.
Rusa dan ular. Selain itu mereka juga mengkonsumsi dedaunan, umbi umbian dan
akar rotan sebagai makanan sehari hari. Untuk memasak mereka menggunakan batang
bamboo sebagai wadah. Cara memasaknya juga amat sangat sederhana yaitu dengan
memasukkan semua bahan makanan kedalam lubang bambu lalu membakarnya diatas
perapian hingga batang bamboo tadi retak atau pecah sebagai tanda bahwa makanan
telah selesai di masak. Makanan tersebut 100% asli tanpa bumbu apapun karena
mereka juga belum mengenal bumbu bumbuan.
Hal unik lainnya dari suku polahi adalah
cara berpakaian. Kalau kita mengenal beberapa suku di papua menggunakan Koteka
sebagai penutup aurat, maka Suku Polahi lebih memilih menggunakan cawat yang
mereka buat dari daun yang diikat menggunaan tali dari kuit kayu. Cawat ini
juga digunakan oleh kaum perempuan. Mereka belum mengenal penutup dada alias
Bra. Jadi kaum perempuan Suku Polahi dalam kesehariannya adalah Toples alias
setengah bugil.
Yang paling unik dari suku ini adalah
system perkawinan. Mereka mungkin satu satunya Suku di Indonesia yang menganut
perkawinan sedarah, dimana jika satu keluarga memiliki anak laki laki dan
perempuan maka mereka otomatis akan di nikahkan dengan saudaranya tersebut.
Jadi anak anak mereka sekaligus menjadi menantu mereka. Bahkan sang ibu bisa
menikahi anak lelakinya dan sang ayah bisa menikahi anak perempuannya. Jelas
bahwa budaya ini sangat bertentangan dengan ajaran agama bahkan sangat
dilarang karena dalam Islam dikenal konsep muhrim yang mengatur hubungan sosial
antara individu yang masih terhitung dalam kekerabatan.
3. Masyarakat Polahi tidak mau turun gunung
Sampai saat ini, masih ada masyarakat adat
Polahi yang hidup di lereng Gunung Boliyohuto, meskipun Dinas Sosial setempat
telah menyediakan permukiman untuk mereka yang terletak di luar kawasan hutan
konservasi. Menurut Kepala Seksi
Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (PKAT) Dinas Sosial Provinsi Gorontalo,
Supardi Walango, terdapat sejumlah alasan sebagian masyarakat Polahi tidak
bersedia turun gunung. Salah satunya adalah karena masyarakat Polahi sulit
berbaur dengan warga Gorontalo kebanyakan akibat perbedaan cara hidup. “Dari
cara berpakaian saja masyarakat ini sudah berbeda. Mereka masih menggunakan
pakaian dari kulit binatang, sementara kaum perempuannya tidak mengenakan
penutup tubuh bagian atas,” ujar Supardi kepada Kompas.com, Selasa (3/9/2013).
Masyarakat polahi juga tak mengenal sistem penanggalan seperti yang biasa
digunakan masyarakat Gorontalo umumnya. Polahi mengukur pergantian waktu
berdasarkan masa panen. “Kalau kita bertanya umur seorang polahi, dia akan
menjawab dengan ukuran masa panen. Misalnya umur saya 20 kali panen, atau 25
kali panen,” terang Supardi. Polahi juga menganut kepercayaan berbeda dengan
kebanyakan orang Gorontalo yang mayoritas menganut agama Islam. “Kuburan mereka
saja tidak ditandai dengan nisan, tapi pohon pinang,” kata Supardi. Selain karena perbedaan cara hidup,
masyarakat Polahi juga menolak turun gunung karena tidak ingin hidup di bawah
aturan pemerintah. “Mereka ingin hidup bebas. Tidak mau diatur pemerintah,
tidak mau ditekan-ditekan, tidak mau bayar pajak dan melakukan kewajiban
seperti umumnya seorang warga negara Indonesia,” kata Supardi. Supardi
menuturkan, menurut sejarah, awalnya Polahi adalah sekumpulan orang Gorontalo
yang melakukan eksodus ke wilayah hutan karena menghindari penjajahan Belanda.
Kejamnya penjajahan masih lekat dalam ingatan orang Polahi hingga menurun
kepada anak cucu mereka. Sebagian orang Polahi masih menganggap, pemerintah
sekarang tak jauh berbeda kejamnya dengan penjajah Belanda dahulu. Supardi
menjelaskan, faktor geografis juga menjadi alasan sebagian masyarakat Polahi
menolak turun gunung. Mereka menolak menempati 16 rumah layak huni yang disediakan
Dinsos Gorontalo di desa Tamaila, Kecamatan Tolangohula, Kabupaten Gorontalo
karena permukiman tersebut terletak di lokasi yang jauh dari aliran sungai.
Dinsos sebenarnya telah berencana membangun pemukiman di dekat aliran sungai,
namun rencana ini tidak mendapatkan rekomendasi dari Dinas Kehutanan setempat.
“Kawasan di dekat sungai tersebut menurut Dinas Kehutanan sudah masuk dalam
kawasan hutan konservasi. Sehingga kita tidak bisa membangun pemukiman di
sana,” kata Supardi. Supardi melanjutkan, seluruh lahan yang diberikan untuk
suku Polahi harus memiliki sertifikat tanah. “Kita tidak mungkin membuatkan
sertifikat untuk tanah yang masuk kawasan hutan,”imbuhnya. Otomatis, kata
Supardi, berbagai fasilitas seperti penyuluhan, pelayanan kesehatan, dan
pendidikan hanya dirasakan masyarakat Polahi yang berada di Desa Tamaila,
sementara Polahi yang masih berada di kawasan hutan tidak bisa menikmati hal
tersebut.
4.
Cerita Mistik Di dalam Suku Polahi
Beberapa puluh tahun lalu, keberadaan
Polahi masih merupakan cerita mistis yang penuh misteri. Paling banyak cerita
mengenai suku ini datang dari para pencari rotan yang mengambil rotan di
Pengunungan Boliyohuto. Satu keluarga dari Suku Polahi yang ada di pedalaman
Hutan Humohulo, Kecamatan Paguyaman, Kabupaten Boalemo, Gorontalo. Banyak
cerita mistis dan misteri mengenai kehidupan primitif mereka."Para pencari
rotan sebelum saya, bercerita bahwa Polahi yang bertemu dengan mereka, selalu
merampas barang-barang mereka. Mereka terpaksa menyerahkan makanan dan parang
yang dibawa, karena kalau tidak Polahi bisa membunuh mereka," ujar Jaka
Regani (48) salah satu pencari rotan yang ditemui di Hutan Humohulo,
Panguyaman, Kecamatan Boalemo, Gorontalo, pekan lalu. Dulu, Polahi tidak
mengenal pakaian. Mereka hanya mengenakan semacam cawat yang terbuat dari kulit
kayu atau daun woka untuk menutupi kemaluan mereka. Sementara itu, bagian dada
dibiarkan telanjang, termasuk para wanitanya. "Tapi sekarang Polahi yang
berada di Paguyaman dan sekitarnya sudah tahu berpakaian. Mereka sudah
berpakaian layaknya warga lokal lainnya," ujar Rosyid Asyar, seorang juru
foto yang meminati kehidupan Polahi. Suku Polahi dianggap mempunyai ilmu
kesaktian bisa menghilang dari pandangan orang. Mereka dipercaya punya
kemampuan berjalan dengan sangat cepat, dan mampu hidup di tengah hutan
belantara. "Dua puluh tahun lalu ada teman saya yang meneliti mengenai
Polahi primitif sempat hidup bersama mereka selama seminggu. Menurut
pengakuannya, ketika bertemu dengan Polahi primitif tersebut, matanya harus
diusap dengan sejenis daun dulu baru bisa melihat Polahi," jelas Rosyid.
Kehidupan Polahi yang bertahan di hutan pedalaman Boliyohuto dan tidak mau
turun hidup bersama dengan warga kampung, membuat cerita mistis mengenai mereka
terus bertahan. Menurut sejarah yang bisa ditelusuri, sejatinya suku Polahi
merupakan warga Gorontalo yang pada waktu penjajahan Belanda dulu melarikan
diri ke dalam hutan. Pemimpin mereka waktu itu tidak mau ditindas oleh
penjajah. Oleh karena itu, orang Gorontalo menyebut mereka Polahi, yang artinya
"pelarian." Jadilah Polahi hidup beradaptasi dengan kehidupan rimba.
Setelah Indonesia merdeka, turunan Polahi masih bertahan tinggal di hutan.
Sikap antipenjajah tersebut terbawa terus secara turun temurun, sehingga orang
lain dari luar suku Polahi dianggap penindas dan penjajah. Keterasingan mereka
di hutan membuat Polahi tidak terjangkau dengan etika sosial, pendidikan dan
agama. Turunan Polahi lalu menjadi warga yang sangat termarginalkan dan tidak
mengenal tata sosial pada umumnya. Mereka juga tidak mengenal baca tulis serta
menjadikan mereka suku yang tidak menganut agama. Keterasingan itu semakin
melengkapi misteri dan cerita mistis suku Polahi. "Awalnya kami takut
bertemu dengan Polahi jika sedang berada di hutan mencari rotan, tetapi kini
kami malah sering menumpang istirahat di rumah mereka ketika berada dalam
hutan," kata Jaka. Suku Polahi yang ditemui Kompas.com di Hutan Homohulo,
Paguyaman, Kabupaten Boalemo, memang menepis sedikit cerita mistis dan misteri
yang melingkupi mereka selama ini. "Kami sudah berpakaian sejak lama
sekali, tidak lagi telanjang, sudah malu dilihat orang kalau turun ke kampung
untuk ke pasar," ujar Mama Tanio, salah satu perempuan Polahi yang ditemui
dalam bahasa Gorontalo dengan dialek khas Polahi. Bahkan menurut Mama Tanio,
tayangan sebuah TV swasta nasional beberapa waktu lalu yang memperlihatkan
mereka dalam keadaan telanjang, tidak lagi murni seperti itu. "Baba Manio
dibayar untuk telanjang waktu itu," aku Mama Tanio yang merupakan istri
Baba Manio, Kepala Suku mereka. Kini, walau belum menghafal sistem penanggalan
modern dengan benar, Polahi di Hutan Humohulo setiap pekan turun ke pasar desa
untuk menjual hasil kebun mereka dan berbelanja kebutuhan hidup mereka. Bahkan,
para Polahi kini menawarkan jasa sebagai buruh angkut barang para penambang
yang melewati permukiman mereka. Setidaknya, Polahi kini sudah mengenal nilai
tukar uang. Bahkan. anak-anak Polahi yang sudah dewasa kini sudah mahir
menggunakan telepon seluler untuk komunikasi dengan warga lainnya. Kondisi ini
mengindikasikan sebenarnya Polahi bisa membuka diri dari sentuhan peradaban
sosial. Pendekatan dari pemerintah untuk membuat mereka mengenal agama dan
pendidikan memerlukan kajian yang tepat agar penanganan kehidupan sosial mereka
tepat sasaran. Pemerintah pernah menyediakan mereka lokasi Rumah Layak Huni
(Mahayani) di Desa Bina Jaya dengan membangun sembilan rumah untuk mereka huni.
Namun, Polahi lebih memilih kembali ke hutan. "Tidak tahan tinggal di
kampung, panas sekali, dan kami tidak bisa berkebun," ujar Mama Tanio
memberi alasan. Kebiasaan primitif yang hingga kini masih terus dipertahankan
turunan Polahi adalah kimpoi dengan sesama saudara. Karena tidak mengenal agama
dan pendidikan, anak seorang Polahi bisa kimpoi dengan ayahnya, ibu bisa kimpoi
dengan anak lelakinya, serta adik kimpoi dengan kakaknya. Selain di Paguyaman,
suku Polahi juga bisa ditemui di daerah Suwawa dan Sumalata. Semuanya berada di
sekitar Gunung Boliyohuto, Provinsi Gorontalo. "Memang untuk bertemu dengan
Polahi primitif nyaris mustahil, tetapi beberapa orang meyakini hingga kini
masih bertemu dengan mereka," kata Rosyid lagi.
5. Perkawinan Ciri Khas Suku Polahi
Perkawinan dalam pengertian sederhana
diartikan yaitu ikatan pribadi antara pria dan wanita untuk membentuk suatu
keluarga atau hubungan kekerabatan. Memiliki fungsi sebagai legalisasi akan
kebutuhan seks, memelihara keturunan atau reproduksi dan lain sebagainya. Hal
tersebut dilegalkan oleh lingkungannya atau hukum masyarakat sekitar tempat ia
hidup. Lebih lanjut mengenai tujuan dan syarat-syarat perkawinan di Indonesia
dipaparkan pada UU nomor 1 tahun 1974 mengenai perkawinan. Undang-undang
tersebut pada Bab II pasal 8 juga menerangkan adapun beberapa larangan
perkawinan yaitu: (1) berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah
atau keatas; (2) berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu
antara seorang saudara dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan
saudara neneknya. (3) berhubungan semenda yaitu mertua, anak tiri, menantu, ibu
atau bapak tiri. (4) sehubungan susunan, yaitu orang tua susuan, anak susuan,
saudara susuan dan bibi/paman susuan. (5) sehubungan saudara dengan isteri atau
sebagai bibi atau kemenekan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih
dari seorang. (6) Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan yang
berlaku, dilarang kawin.
6. Permasalahan Fenomena Kebudayaan suku polahi
Di zaman modern seperti sekarang ini ternyata masih ada kelompok masyarakat
yang memiliki pola kehidupan seperti pada zaman purba. Di pedalaman hutan Boliyohato, Gorontalo hidup beberapa kelompok masyarakat
nomaden yang lebih dikenal dengan sebutan suku Polahi. Konon
orang Polahi adalah pelarian pada zaman Belanda, yang katanya untuk menghindari pembayaran pajak. Jumlah mereka seluruhnya sekitar 500 orang, kira-kira 200 orang di Kecamatan Paguyaman dan 300 orang di Kecamatan Suwawa. Mereka tinggal di hutan dalam
kelompok-kelompok kecil. Untuk mencapai kelompok tersebut ditempuh
dengan berjalan kaki naik gunung sekitar tujuh jam. Departemen Sosial
di tingkat Kabupaten Gorontalo mengidentifikasi masyarakat Polahi dengan Kelompok 9, Kelompok 18, Kelompok 21, Kelompok 70, dan sebagainya,
berdasarkan jumlah anggota kelompok dalam satu "kampung". Suku polahi ini bahkan jauh lebih tertinggal daripada suku-suku
yang masih dianggap primitive lainnya di Indonesia.
Rata rata suku primitive yang lain setidaknya sudah mulai hidup menetap dan mulai terbuka dengan kehidupan
luar. Literatur mengenai masyarakat ini tak ada. Suku polahi ini memiliki
pola hidup berpindah-pindah (nomaden) dari satu hutan ke hutan yang
lain. Mereka juga belum mengenal pakaian, agama bahkan mereka juga tak
mengenal hari. Bahasanya menggunakan dialek Gorontalo, dan menganut agama tradisional. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, mereka biasanya
berburu babi hutan, rusa dan ular. Selain itu mereka juga mengkonsumsi
dedaunan, umbi umbian dan akar rotan sebagai makanan sehari hari. Untuk memasak
mereka menggunakan batang bambu sebagai wadah. Cara memasaknya juga amat sangat
sederhana yaitu dengan memasukkan semua bahan makanan kedalam lubang
bambu lalu membakarnya diatas perapian hingga batang bamboo tadi retak atau pecah sebagai tanda bahwa makanan telah selesai
di masak. Makanan tersebut 100% asli tanpa
bumbu apapun karena mereka juga belum mengenal bumbu
bumbuan. Hal unik lainnya dari suku polahi adalah cara berpakaian. Suku
polahi menggunakan cawat yang mereka buat dari daun yang diikat
menggunakan tali dari kulit kayu. Cawat ini juga digunakan oleh kaum
perempuan. Mereka belum mengenal penutup dada alias bra. Jadi kaum perempuan suku
polahi dalam kesehariannya adalah toples alias
setengah bugil. Dalam kesehariannya mereka
menghabiskan seluruh waktu mereka di dalam hutan dengan hanya mengandalkan gubuk kecil beratapkan
dedaunan tanpa dinding sebagai tempat peristirahatan sementara mereka. Mereka membuat dapur yang diletakkan ditengah gubuk yang berfungsi untuk penghangat.
Suku Polahi tak mengenal sekolah dan fasilitas kesehatan modern.
Mereka terbelakang, tak hanya karena keterpencilan dan tak mempunyai pendidikan formal, bahkan dalam kebudayaan mereka tak dikenal hitung-menghitung dan tak dikenal
hari. Atas bantuan para peneliti, didapatkan informasi bahwa angka maksimum yang dapat
mereka hitung adalah empat. Selebihnya adalah "banyak". Yang paling unik dari suku ini adalah system perkawinan. Mereka mungkin satu satunya suku di indonesia yang menganut perkawinan
sedarah, dimana jika satu keluarga memiliki anak laki laki dan
perempuan maka mereka otomatis akan di nikahkan dengan saudaranya tersebut. Jadi
anak anak mereka sekaligus menjadi menantu mereka. Bahkan sang ibu bisa menikahi
anak lelakinya dan sang ayah bisa menikahi anak perempuannya. Contohnya adalah Sesepuh pada kelompok 9 yaitu seorang kakek dengan tiga bersaudara,
dua saudaranya itu perempuan. Dia mengawini kedua saudara kandungnya ini. Istrinya yang satu tak
mempunyai anak, sedangkan satu lagi mempunyai enam anak, dua laki-laki dan empat perempuan. Anaknya mengawini anaknya, sehingga anaknya
menjadi menantunya., jelas disini kita dapat melihat adanya ketidakteraturan pada susunan
kekerabatan mereka.
Dengan mudah dapat dibayangkan betapa beratnya tantangan untuk memajukan masyarakat ini, mengintegrasikannya dengan pembangunan di Indonesia. Secara sudut pandagan budaya, incest lebih
bersifat emosional daripada masalah hukum. Maka istilah tabu lebih dipilih
daripada hanya sekedar larangan. Dalam antropologi incest di pandang
sebagai hal yang universal, incest dipandang secara berbeda dalam
masyarakat yang berbeda, dan pengetahuan tentang pelanggarannya pun menimbulkan
reaksi yang sangat berbeda dari masyarakat satu dengan masyarakat yang lain.
Beberapa masyarakat menganggap incest hanya meliputi mereka
yang tinggal dalam satu rumah, atau yang berasal dari klan atau keturunan yang
sama; masyarakat lain menganggap incest meliputi “saudara sedarah”;
sedangkan yang lainnya lagi lebih jauh mengkaitkannya dengan adopsi atau
perkawinan.
Data tentang kejadian incest pada suku
terasing polahi Jumlah suku Polahi seluruhnya sekitar 500 orang, kira-kira 200
orang di Kecamatan Paguyaman dan 300 orang di Kecamatan Suwawa. Seluruh
masyarakat suku Polahi menganut perkawinan sedarah (100%). Mereka mungkin satu
satunya suku di indonesia yang menganut perkawinan sedarah, dimana jika satu
keluarga memiliki anak laki laki dan perempuan maka mereka otomatis akan di
nikahkan dengan saudaranya tersebut. Jadi anak anak mereka sekaligus menjadi
menantu mereka. Bahkan sang ibu bisa menikahi anak lelakinya dan sang ayah bisa
menikahi anak perempuannya
Dari uraian diatas dapat simpulkan permasalahan yang ada disuku polahi :
1.
Masyarakat
suku polahi jauh lebih tertinggal,terbelakang, terasing, dan sangat
tertutup daripada suku-suku lainnya yang masih dianggap primitive di
Indonesia.
-
Suku polahi ini memiliki
pola hidup berpindah-pindah (nomaden) dari satu hutan ke hutan yang
lain.
-
Mereka belum
mengenal pakaian, agama bahkan mereka juga tak
mengenal hari.
-
Untuk memenuhi
kebutuhan hidup, mereka biasanya berburu babi hutan,
rusa dan ular. Selain itu mereka juga mengkonsumsi dedaunan, umbi umbian
dan akar rotan sebagai makanan sehari hari
-
cara berpakaian yang masih sangat sederhana. kaum perempuan suku polahi dalam kesehariannya
adalah toples alias setengah bugil
-
Suku Polahi tak
mengenal sekolah dan fasilitas kesehatan modern. Mereka terbelakang,
tak hanya karena keterpencilan dan tak mempunyai pendidikan formal, bahkan dalam kebudayaan mereka tak dikenal hitung-menghitung dan tak dikenal hari.
2.
Masyarakat
suku polahi menganut perkawinan sedarah, dimana
jika satu keluarga memiliki anak laki laki dan perempuan maka mereka
otomatis akan di nikahkan dengan saudaranya tersebut. Jadi anak anak
mereka sekaligus menjadi menantu mereka.
C. Pemecahan Masalah
Konsep Suku Terasing
Suku terasing adalah konsep masyarakat
terasing yang bersumber dari prinsip berlaku untuk semua, yakni definisi
menurut SK Menteri Sosial No. 5 Tahun 1994, bahwa: “Masyarakat terasing adalah kelompok–kelompok
masyarakat yang bertempat tinggal atau berkelana di tempat–tempat yang secara
geografik terkencil terisolir dan secara sosial budaya terasing dan atau masih
terbelakang dibandingkan dengan masyarakat bangsa Indonesia pada umumnya.”
(Direktorat Bina Masyarakat Terasing Depsos RI, 1997). Definisi tersebut
intinya menjelaskan kondisi masyarakat yang terisolasi secara teritorial maupun
sosial budaya dari realitas kehidupan bangsa Indonesia secara umum. Masyarakat
yang memiliki ciri–ciri tersebut dinyatakan terasing secara struktural. Oleh
sebab itu, mereka harus dikeluarkan dari posisi keterasingan itu melalui
pembinaan, yakni pembinaan yang seluruh proses teknis maupun nonteknisnya telah
baku dan berlaku kepada semua jenis masyarakat terasing.
Solusi permasalahan pada suku terasing diindonesia khususnya suku polahi
:
-
Melakukan pembinaan pada masyarakat suku
terasing khususnya suku polahi.
Di Indonesia terdapat satu
golongan yang oleh pemerintah (c.q. Departemen Sosial) disebut sebagai
“suku-suku bangsa tersing”. Golongan ini disebut sebagai suku bangsa (ethic group) dan secara geografis hidup
didaerah terpencil yang sulit dijangkau (isolated).
Pada akhir-akhir ini terjadi peerubahan pandangan bahwa istilah “suku
bangsa” diubah dengan “masyarakat” sehingga golongan masyarakat yang khas ini
disebut dengan “masyarakat terasing”. Menurut Koenctjsraningrat (dalam buku Masyarakat Terasing di Indonesia, 1993)
yang merasa kurang srek dengan kata “terasing” mengusulkan agar golongan
tersebut disebut dengan istilah “masyarakat yang diuayakan berkembang” atau developing group.
Landasan
Program Pembinaan “Masyarakat Terasing”
Masyarakat
terasing adalah satu konsep dari Pemerintah RI (c.q. Departemen Sosial) untuk
menunjukkan kepada satu golongan masyarakat yang khas Indonesia. Golongan ini
muncul bagi Departemen Sosial, dan berbagai pihak lain, karena adanya pola
ideal Pancasila, UUD 1945, GBHN, dan PELITA di suatu pihak dan suatu kenyataan
objektif tertentu yang akan sesuai dengan pola ideal tersebut, dipihak lain.
Pola
ideal Negara RI mewajibkan pemerintah untuk :
1. Memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa termasuk masyarakat
terasing (Pembukaan UUD 1945)
2. Menyediakan pekerjaan dan penghidupan yang layak secara kemanusiaan
untuk setiap warga Negara termasuk warga masyarakat terasing ( UUD 1945, Pasar
27)
3. Memanfaatkan bumi dan air dan kekayaan
alam Indonesia bagi
kemakmuran setiap warga termasuk bagi
masyarakat terasing (UUD 1945, Pasal 33)
4. Memelihara fakir miskin dan orang-orang terlantar temasuk terasing (UUD
1945, Pasal 34)
5. Secara khusus membimbing, membina, dan membantu kelompok masyarakat yang
hidupnya masih terasing dan terpencil (PELITA VI Bidang Kesejahteraan Sosial;
UU No. 6/1974 Pasal 4; Keputusan Mentri Sosial RI No. 15/1984 Pasal 235
Konsep Incest ( pernikahan sedarah )
Pengertian Incest
Incest berasal dari kata bahasa latin
cestus yang berarti murni. Jadi incestus berarti tidak murni. Incest adalal
hubungan badan atau hubungan seksula yang teradi antara dua orang yang
mempunyai ikatan pertalian darah atau istilah genetiknya in breeding. Incest
menunjukkan pada hubungan seksual antara pria dan wanita yang masih bersaudara
atau berkerabat, antara ayah dengan putrinya, anatara kakek dengan cucunya,
antara ibu dengan anak lelakinya. Dalam hal inihubungan seksual sendiri ada
yang bersifat sukarela dan ada yang bersifat paksaan
Istilah incest juga dianggap suatu
hubungan melalui jalur pernikahan antara sesama anggota keluarga/pernikahan
sedarah dimana secara hukum atau adat istiadat itu dilarang. Incest sejak dulu
memang dianggap suatu hal yang tidak patut untuk dilakukan dalam kehidupan
mayarakat dunia pada umumnya. Bahkan di berbagai Negara larangan incest sydah
di tetapkan secara hokum tertulis. Incest juga bisa terjadi dalam hubungan
seksual yang dilakukan oleh orang-orang, yang tidak memiliki hubungan darah
sama sekali, namun larangan tersebut, disebabkan karena adanya hubungan
perkawinan yang mengikat antara sepasang suami istri. Ikatan perkawinan itulah
yang menjadikan hubungan antara masing-masing keluarga pasangan menjadi hubungan
keluarga seperti pada hubungan keluarga kandung. Seorang kakek tidak dapat
melakukan hubungans eksual dengan cucu tirinya, seorang ayah tidak dapat
melakukan hubungan seksual dengan anak tirinya, seorang ibu tidak dapat
melakukan hubungan seksual dengan anak tirinya demikian juga anatara saudara
tiri.
Jenis pernikahan yang terjadi karena adanya incest merupakan
sebuah fenomena lintas-budaya yang bersifat emosional. Jarang sekali pada
akhirnya masalah ini berujung pada masalah hukum, fenomena pernikahan sedarah
ini lebih dikenal sebagai sebuah hubungan yang bersifat tabu. Menurut kajian
antropologi, pernikahan sedarah adalah suatu pernikahan yang sifatnya tabu dan
berlaku secara universal, namun didalam pandangan masyarakat mengenai incest,
mereka memiliki penafsiran tabu yang berbeda-beda, termasuk mengenai
pelanggaran atau dampak yang muncul akibat pernikahan sedarah ini pun
ditanggapi dengan berbagai persepsi. Salah satunya adalah ada golongan
masyarakat yang menganggap bahwa kondisi incest adalah kondisi yang dialami
oleh pasangan yang tinggal didalam satu rumah (kumpul kebo) dan mereka berasal
dari keturunan yang sama, namun ada juga masyarakat lain yang menganggap bahwa
incest hanya sekedar hubungan antara “saudara sedarah” biasa, dan ada juga
golongan masyarakat yang menganggap kondisi incest adalah sebuah hubungan yang
berkaitan dengan adopsi atau pernikahan.
Dampak dari
Pernikahan Sedarah
Akibat fatal dari pernikahan sedarah
pecinta kisah misteri, keturunan yang nantinya dihasilkan dari pernikahan
sedarah memiliki berbagai jenis risiko yang cukup berat untuk dijalani seperti
adanya resiko pada gangguan genetik yang berakibat pada proporsi cacat lahir
yang kemungkinan terjadi cukup tinggi. Selain itu juga, efek lain yang akan
muncul adalah adanya kelainan gangguan resesif autosomal. Kelainan ini terjadi
karena adanya peningkatan frekuensi dari homozigot. Maksudnya adalah orang yang
menderita kelainan ini membawa dua salinan (alel) dari gen yang sama, nah gen
ini nantinya akan menghasilkan mutasi gen yang bersifat resesif untuk gen
tertentu.
Efek gen resesif yang muncul berbeda-beda,
namun salah satu efek yang umum diketahui adalah kemungkinan cacat lahir yang
lebih sering, adanya tingkat potensi cacat yang tinggi, dan efek domino lainnya
adalah adanya kemungkinan gen yang tidak terkode. Gen jenis ini berlaku untuk
anak yang cacat lahir, bahkan jumlahnya bisa terus meningkat tergantung jumlah
populasi yang ada.
Solusi permasalahan pada masyarakat suku polahi yang menganut perkawinan
sedarah : :
-
memberikan
pengarahan kepada mereka tentang larangan melakukan perkawinan sedarah dan
akibat jika mereka melakukan perkawinan sedarah.
-
Terapi kelompok
dan dapat membahas masalah itu secara terbuka dalam kelompok.
Terapi
Kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok pasien
bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau
diarahkan oleh seorang terapis atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih.
Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan secara kelompok untuk
memberikan stimulasi bagi klien dengan gangguan interpersonal. Keuntungan yang
diperoleh individu melalui terapi aktivitas kelompok ini adalah dukungan
(support), pendidikan, meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, meningkatkan
kemampuan hubungan interpersonal dan meningkatkan uji realitas sehingga terapi
aktivitas kelompok ini dapat dilakukan pada karakteristik gangguan seperti :
gangguan konsep diri, harga diri rendah, perubahan persepsi sensori halusinasi,
klien dengan perilaku kekerasan atau agresif dan amuk serta menarik
diri/isolasi sosial. Selain itu, dapat mengobati klien dalam jumlah banyak,
dapat mendiskusikan masalah-masalah secara kelompok, menggali gaya
berkomunikasi, belajar bermacam cara dalam memecahkan masalah, dan belajar
peran di dalam kelompok. Namun, pada terapi ini juga terdapat kekurangan yaitu
: kehidupan pribadi klien tidak terlindungi, klien kesulitan mengungkapkan
masalahnya, terapis harus dalam jumlah banyak. Dengan sharing pengalaman pada
klien dengan isolasi sosial diharapkan klien mampu membuka dirinya untuk
berinteraksi dengan orang lain sehingga keterampilan hubungan sosial dapat
ditingkatkan untuk diterapkan sehari-hari.
Berikut ini adalah solusi lain untuk mengatasi permasalahan yang ada di
kehidupan suku terasing Polahi :
1.
Pemberian
pendidikan.
- Solusi untuk mempermudah laju pendidikan di suku terasing.
Yaitu pemerintah kabupaten atau kota harus
menyediakan akses yang memadai untuk penduduk sehingga dapat melakukan
interaksi dari satu tempat ke tempat lain. Semakin mudah akses untuk menuju
satu tempat ke tempat lain, dapat memudahkan penduduk setempat dapat melihat
berbagai perkembangan yang terjadi di luar dimana mereka tinggal. Penduduk
tidak lagi dikungkung pemikiran sempit yang menyebabkan sulit menerima sesuatu
yang menurut mereka baru. Perkembangan yang mereka lihat secara langsung, dapat
membuka pemikiran untuk ikut melakukan hal yang sama.
Bila Indonesia masih banyak memiliki
daerah terisolir atau terpencil dan dijadikan sebagai tempat tinggal,
dikhawatirkan akan dapat membuka kembali kantong buta aksara. Tidak menutup kemungkinan
daerah terisolir yang pada mulanya tidak dihuni penduduk, karena alasan tempat
tinggal dan memenuhi kebutuhan hidup daerah tersebut perlahan-lahan jumlah
penduduk terus bertambah.
2. Jenis
pendidikan yang tepat bagi penduduk suku terasing.
Upaya pencerdasan penduduk pulau terpencil
ini dilakukan dengan banyak cara dan metode. Pendidikan yang tepat bagi
penduduk pulau terpencil tentunya bukanlah pendidikan formal yang mengikat bagi
mereka. Pendidikan yang tepat bagi penduduk pulau terpencil adalah pendidikan
yang fleksibel dengan tidak meninggalkan kekhasan dari kekayaan khazanah adat
istiadat mereka, sehingga lebih tepat dikatakan sebagai pendidikan alternatif
yang ranahnya bisa formal, informal ataupun nonformal. Metode yang diberikan juga
metode yang tidak menghilangkan kebiasaan positif mereka yang berasal dari akar
rumput dan adiluhung secara turun-temurun. Sentuhan yang diberikan dalam
pendidikan alternatif yang diberikan bagi masyarakat penduduk pulau terpencil
adalah sentuhan yang tulus dan khas karena keikhlasan dalam mendidik masyarakat
pulau terpencil adalah hal utama yang harus dimiliki oleh para pendidik yang
akan terjun ke sana.
Selain mengirimkan tutor dan pendidik yang
handal untuk mendidik penduduk pulau terpencil tentunya teknologi juga akan
berperan besar dalam proses pemberdayaan pendidikan bagi penduduk pulau
terpencil. Teknologi ini harus dijaga agar tidak merusak kemurnian budaya
masyarakat pada komunitas tersebut. Berbagai jenis teknologi informasi dan
komunikasi yang tersedia dapat digunakan untuk pembelajaran jarak jauh dan
mandiri terutama untuk daerah terpencil.
Tujuan
pembelajaran jarak jauh adalah meningkatkan akses pendidikan bagi mereka yang
kesulitan mengakses pendidikan model mainstream yaitu sekolah formal. Teknologi
teleconference, email, televisi dan radio pendidikan, dan CD ROM
adalah sarana yang tepat untuk mengatasinya. Pembelajaran jarak jauh ini
kuncinya pada fleksibilitas penyampaian materi ajar.
3.
Program-program pendidikan yang dapat diberikan bagi penduduk suku terasing,
antara lain:
- Program yang telah disusun Direktorat Pendidikan Masyarakat melalui:
- Keaksaraan Dasar
- Keaksaraan Keluarga
- Keaksaraan Usaha Mandiri
- Pendidikan Pemberdayaan Perempuan
- Pendidikan Keluarga Berwawasan Gender
- Pendidikan Kesetaraan
- Peningkatan Budaya Baca
- Program Pendidikan Luar Sekolah yang berhubungan dengan peningkatan mutu kehidupan, seperti:
- Pengembangan nilai-nilai etis, religi, estetis, sosial dan budaya,
- Pengembangan wawasan dan cara berpikir,
- Peningkatan kesehatan pribadi, keluarga dan lingkungan,
- Peningkatan dan pengembangan pengetahuan di dalam arti luas (sosial, ekonomi, politik, ilmu-ilmu kealaman, bahasa, sejarah, dan sebagainya), serta,
- Apresiasi seni-budaya (sastra, lukis, tari, pahat, suara, tabuh, teater, dan sebagainya).
- Program Pendidikan Luar Sekolah yang berhubungan dengan ketrampilan untuk meningkatkan pendapatan, seperti : Pertanian (peternakan, perikanan, perkebunan, pertanian bahan makanan). Perindustrian, pertukangan, perdagangan, lapangan jasa, dan sebagainya.
Pendidikan adalah untuk mencapai kehidupan yang cerdas dan
mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia. Mencerdaskan kehidupan
bangsa adalah suatu konsepsi budaya, bukan sekedar konsepsi biologis-genetika.
Pendidikan bukan semata-mata untuk menghasilkan otak yang cerdas melainkan juga
untuk mencapai kemajuan adab, budaya dan persatuan.
2.
Pemberian
penyuluhan kesehatan mengenai perkawinan sedarah.
3.
Pembangunan
jalan serta menyediakan sarana transportasi
4.
Pembangunan
MCK.
5.
Pembangunan
pos kesehatan.
6.
Bekerjasama
dengan tokoh masyarakat untuk memberikan informasi melalui kepala suku.
7.
Bekerjasama
dengan pemerintah daerah setempat untuk menempatkan tenaga kesehatan di daerah
tersebut.
D. Kesimpulan
Dari pembahasan masalah dapat disimpulkan :
1. Suku terasing sangat membutuhkan pelayanan kesehatan yang memadai
akan tetapi kendala seperti kesulitan ekonomi, pendidikan yang rendah dan
kondisi geografis yang tidak mendukung seringkali menjadi penghalang bagi
mereka untuk memperoleh akses tersebut. Untuk mengatasinya diperlukan upaya
serius dalam pemerataan pembangunan baik secara fisik maupun non fisik dengan
kerja sama lintas sektor dan pemberdayaan masyarakat.
2. Keterbatasan tenaga kesehatan di daerah terpencil juga menjadi isu sentral
dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan yang memadai bagi suku terasing.
Untuk menanggulanginya pemerintah khususnya Dinas Kesehatan harus
bersungguh-sungguh dalam mengelola Sumber Daya Tenaga Kesehatan. Pemerintah juga
dapat memberikan beasiswa bagi putra daerah yang ingin melanjutkan pendidikan
kesehatan.
E. Saran
Di akhir penulisan paper ini, penulis menyarankan kepada pembaca
khususnya teman-teman agar dapat lebih
memahami kebudyaan-kebudayaan yang ada di
indoneia. Karena mempelajari budaya daerah
lain akan membuat kita memperoleh tambahan ilmu baik dari sisi sosiologis
maupun segi budaya.
DAFTAR PUSTAKA
Suku polahi. http://id.wikipedia.org/wiki/ diakses tanggal 9 desember
2015
http://dasanbaru.wordpress.com. diakses tanggal 9 desember 2015
Kumalasari. 2012. Kesehatan Reproduksi. Jakarta : Salemba Medika
Romauli, Suryati, dkk. 2009. Kesehatan Reproduksi untuk mahasiswa
bidan.Yogyakarta: Nuha Medika
Sundari,Sri.2009. Konsep dan Teori Gender. Jakarta: BKKBN
0 Response to "Paper Suku Polahi "
Post a Comment