Stadium general
diadakan di auditorium maftuchah yusuf IDB 2 lt. 2, kampus A UNJ dengan 2 orang
narasumber yaitu Prof. Dr Muchlis Rantani L, MA (keynote speaker) dan Drs. Dedi
Dwitagama . M.M. M.Si dengan tema “Tri Sentra Pendidikan”. Pada tulisan kali ini saya akan sedikit
berbagi mengenai ilmu yang saya dapatkan ketika mengikuti stadium generale.
Apa sih yang dimaksud
tri sentra pendidikan ? teman-teman yang hadir pada acara stadium generale
mungkin sudah paham dengan istilah tersebut. Pada saat sambutan ka miqdad
dan ka hendi sudah sedikit menjelaskan
mengenai trisentra pendidikan di Indonesia yaitu formal. Informal dan
nonformal.
Pada sesi pertama diisi
oleh Prof. Dr Muchlis Rantanii L, pada
saat itu peserta yang hadir belum banyak artinya masih sedikit. Lalu pa muklis
mengatakan tidak perlu menunggu banyak
orang untuk memulai karena hanya orang-orang tertentu saja yang memiliki
perhatian pada pendidikan.
Pada awal pembicaraan
pa muchlis membahas menganai pendidikan formal. Zaman semakin maju dan
berkembang dalam berbagai bidang namun sekarang masih banayak siswa atau
mahasiswa yang jadul. jadul dalam hal ini adalah kurangnya minat membaca pada
siswa-siswa diindonesia, budaya membaca dalam diri siswa bahkan mahasiswa masih
sangat minim. Seorang guru pun masih harus membaca dan terus belajar, karena
jika tidak begitu maka ilmunya tidak akan berkembang atau bisa dibilang jadul
dan ketinggalan zaman.
Dalam sistem pendidikan
formal diindonesia seorang siswa dituntut untuk mempelajari dan memahami semua
mata pelajaran yang begitu banyak. akibat terlalu banyaknya pelajaran yang
harus dipelajari mengakibatkan siswa-siswa diindonesia hanya mendapatkan
kulitnya saja, hanya tahu depan-depannya saja. siswa sulit untuk mempelajari
lebih mendalam karena pelajaran yang sudah begitu banyak. sehingga banyak
pelajaran yang tidak terpakai sehingga overlude dan overwade.
pendidikan formal
diindonesia masih memiliki banyak masalah diantaranya adalah masalah kurikulum,
mutu dan guru.
Di indonesia masih
banyak yang berpandangan bahwa seseorang harus pintar dalam akademik namun
karakter dikesampingkan. Misalnya saja banayk orang tua yang marah ketika
anaknya mendapatkan nilai jelek, tetapi diluar sana selerti di jepang misalnya,
seorang guru akan lebih mengutamakan pedidikan karakter. Di Jepang, selain khusus ada jam pelajaran
tentang moral (doutoku), pesan-pesan moral juga terintegrasi dalam seluruh mata
pelajaran di Jepang. Di kelas satu sekolah jepang adalah, pelajaran tentang
berbohong, dan giliran piket bersih-bersih di kelas. Dalam dua sesi yang
berbeda itu, pendekatan yang dilakukan oleh guru jepang relatif mirip. Tidak
dengan mendoktrin tentang pentingnya untuk berlaku jujur atau menjalani tugas
piket. Namun, dengan mengajak anak-anak berdiskusi tentang akibat-akibat
berbohong atau ketika mereka tidak menjalani tugas piket. Kebalikan dari negara
Jepang, pendidikan di Indonesia justru menyiapkan seluruh siswa-siswi kita
menjadi ahli pemikir dan ilmuwan. Sedangkan di Jepang, mereka sadar bahwa tidak
semua siswa itu cerdas dan memiliki potensi yang sama. Kecerdasan bukan hanya
potensi akademik, tapi ada beraneka ragam dimensi kecerdasan yang sifatnya
konkrit, seperti ketrampilan, seni, olahraga dan kegiatan non akademik lainnya.
Sekarang sekolah
menjadi seperti tempat les atau bimbingan belajar. sekolah tidak berfungsi
sesuai dengan yang semestinya. Sesuatu yang overlude (kebanyakan) dan overwade
(kelebihan) menyebabkan drilling (latihan). siswa disekolah hanya dijejali
latihan-latihan soal.
Selain itu disparitas
(perbedaan mutu) juga menjadi masalah besar pendidikan formal diindonesia. Jika
dianalogikan misalnya seseorang siswa yang mendapat rangkin 1 dipapua dijakarta
mendapatkan urutan ke 500. Sangat terlihat begitu besar kesenjangan yang
terjadi sehingga tidak adil jika ujian nasional seluruh siswa diindonesia
disamaratakan, mengapa ? Karena perbedaan mutu pendidikan yang didapat disetiap
pulau, atau bahkan kota diindonesia berbeda-beda. disparitas tersebut bisa disebabkan
oleh banyak hal diantaranya kurangnya tenaga pendidik, dan wilayah yang sulit
dijangkau.
Untuk permasalahan
guru-guru diindonesia. Masih banyak guru yang salah dalam medidik anak muridnya
salah satu penyebabnya mungkin karena ketidakpahamannya mengenai pendidikan dan
bidang yang diajarkannya. Dari kurang lebih 1,2 juta orang guru
diindonesia hanya 35% saja yang berasal
perguruan tinggi yang jelas mengeluarkan outpun guru atau pendidik yang
berkompeten dibidangnya. Selain itu dosen filsafat saya pernah bercerita
mengenai hasil penelitiannya mengenai pembelajaran ips dibangku SMP. banyak
anak yang tidak menyukai pelajaran ips, misalnya karena bukunya yang tebal,
materinya hafalan, atau pelajarannya membosankan bahkan banyak pula yang menganggap
pelajaran ips tida penting. Ternyata masih bayak guru yang mengajar tidak
sesuai dengan bidangnya. Semua orang memang bisa menjadi pendidik namun menjadi
seorang pendidik perlu dibekali dengan pemahaman-pemahan yang memumpuni.
Apa benar model
pendidikan itu yang akan kita pertahankan ?. Negara indonesia ini menganut sistem
demokrasi. Demokrasi akan berjalan apabila masyarakatnya memiliki tingkat
pendidikan dan konomi yang cukup.
Sekarang dunia
pendidikan kita sedang menggiatkan
Pendidikan berkarakter. Menakjubkan sebenarnya, karena ide pendidikan
berkarakter sudah ada sejak lama sekali, sedangkan Indonesia baru terbelalak
matanya diseputaran tahun 2003. Dan di tahun 2010/2011, meski sangat terlambat,
Kementerian Pendidikan Nasional kembali menggiatkan wacana pendidikan
berkarakter untuk menuntaskan peliknya masalah pendidikan di Indonesia.
Lalu setelah banyak
membicarakan mengenai pendidikan formal maka dilanjutkan mengenai pendidikan
nonformal. pendidikan nonformal bertujuan untuk menciptakan social order
tatanan masyarakat yang baik. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi
masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang yang berfungsi
sebagaimpengganti, penambah, dan / pelengkap pendidikan formal dalam rangka
mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Setelah itu dilanjutkan
mengenai pendidikan informal. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan yang
berada dalam ruang lingkup keluarga yang berbentuk kegiatan belajar secara
mandiri.
Kebanyakan orang
menganggap bahwa pendidikan formal merupakan pendidikan paling penting. yaitu
mengenyam pendidikan dari tingkat taman kanak-kanak hingga ke perguruan tinggi.
Dari kecil hingga dewasa di asupi dengan berbagai Ilmu pengetahuan yang
terkadang membuat kita merasa bingung kapan kita bisa menggunakan pengetahuan
yang kita dapat selama ini. Namun ternyata sebenarnaya pendidikan informal juga
penting. Namun sayangnya menurutpa muchlis sekarang pendidikan dikeluarga banyak
dipengaruhi oleh sinetron-sinetron yang tidak semuanya berperilaku baik.
Lalu mana yang harus
kita perbaiki ? menurut pa muchlis jika ingin dibenahi maka harus sinkron
antara pendidikan formal, informal dan
nonformal.
Setelah banyak
memaparkan mengenai trisentra pendidikan pa muchlis menutup materinya dengan
sebuah pertanyaan “Mengapa ekarang anak-anak tidak kritis, tidak inovatif ?
karena kita menghilangkan “liberal art education” yang dapat meningkstkn pemikiran anak. jangan ubah sekolah menjadi lembaga kursus jika
kita mengubah sekolah menjadi lembaga kursus maka kita menghancurkan sekolah.
Setelah pemaparan oleh pa muchlis maka dilanjutkan pemaparan dan
diskusi oleh pa Dedi Dwitagama dengan
dipandu dengan seorang moderator yaitu ka bagus dicky.
Pa dedi mengawali
pembicaraannya dengan menceritakan bahwa ada seorang ibu yang mengieim sms
bahwa anaknya tidak dapat hadir karena sedang melahirkan.
???
0 Response to "TRI SENTRA PENDIDIKAN"
Post a Comment